Selasa, 22 Maret 2011

Pemerintah: UU Kepailitan Bertujuan Melindungi Kepentingan Para Pihak

Jakarta, MKOnline - Kepercayaan atau trust kepada kurator menjadi pijakan dan kunci utama dalam penunjukan kurator. Sehingga, permohonan Pemohon yang mempersoalkan Pasal 15 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004, khususnya frasa “Kurator yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Debitor atau Kreditor…”, bukanlah persoalan konstitusionalitas. Namun, kalaupun ada kerugian, hal itu hanyalah persoalan penerapan pasal bukan dikarenakan rumusan yang multitafsir.
Demikian dinyatakan oleh perwakilan Pemerintah, Mualimin Abdi, dalam sidang pengujian Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang pada Selasa (22/3) pagi, di Ruang Sidang MK. Sidang dengan nomor perkara 78/PUU-VIII/2010 ini telah memasuki agenda mendengarkan keterangan Pemerintah, DPR, dan saksi/Ahli dari Pemohon dan Pemerintah. Pada kesempatan itu, Pihak DPR tidak hadir.
Mualimin menambahkan, ketentuan dalam pasal tersebut tidak sedikitpun bermaksud menguntungkan salah satu pihak saja. Pengaturan itu, lanjutnya, malah berfungsi untuk melindungi kepentingan hukum debitor maupun kreditor serta para pihak terkait secara seimbang. “Tidak merugikan debitor dan tidak memberikan perlakuan yang berlebihan pada kreditor,” tegasnya.
Penunjukan kurator oleh Pengadilan Niaga, menurut Mualimin, bertujuan untuk melakukan pemberesan harta pailit guna menyelesaikan hak dan kewajiban kreditur maupun debitur secara seimbang dan adil. Bahkan, dalam hal penggantian kurator, menurut dia, Pengadilan Niaga bersifat pasif, yakni hanya mengabulkan permohonan dari debitor maupun kreditor.
Selain itu, sambung Mualimin, ketentuan tersebut juga dimaksudkan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada para pihak yang berkepentingan dalam proses pemberesan harta pailit. Menurutnya, setidaknya ada tiga hal yang menjadi pertimbangan dalam hal ini. Pertama, untuk menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditor yang menagih hutangnya kepada debitor.
Kedua, untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang miliki debitor tanpa memperhatikan kepentingan para pihak lainnya, yakni debitor, kreditor, maupun pihak yang terkait. Ketiga, untuk menghindari kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang kreditor atau debitor itu sendiri sehingga kreditur lainnya dirugikan. “Atau adanya perbuatan curang dari debitor untuk melarikan hartanya,” ujar Mualimin.
Oleh karena itu, ia berkesimpulan, pasal atau ketentuan dalam pasal yang diuji tersebut tidaklah bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), 28D ayat (1), dan 28I ayat (2) UUD 1945 sebagaimana didalilkan oleh Pemohon, malah sebaliknya telah memberikan kepastian dalam proses pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit tersebut secara baik, cermat, tepat waktu, saling percaya, dan fairness baik terhadap debitur, kreditur maupun pihak terkait.
Untuk selanjutnya, Mahkamah akan langsung menggelar sidang pembacaan putusan. Karena Pemohon, yang tediri dari Endang Srikarti Handayani (Pemohon I), Sugeng Purwanto (Pemohon II), dan Sutriono (Pemohon III) tidak menggunakan haknya untuk menghadirkan saksi ataupun ahli. “Saya serahkan kepada MK,” ungkap Endang yang juga diamini oleh Pemohon lainnya. (Dodi/mh)

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInternalLengkap&id=5156

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More