Senin, 04 Juli 2011

Uji UU MK: Sifat Final Putusan MK Dipersoalkan


Jakarta, MKOnline - Kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, khusunya menguji UU terhadap UUD, sebagaimana tertuang dalam Pasal 10 ayat 1 huruf a UU MK, dipersoalkan oleh Salim Alkatiri.

Dalam Sidang Pendahuluan Perkara Nomor 36/PUU-IX/2011, Salim mendalilkan bahwa ia dirugikan atas berlakuknya Pasal 10 Ayat 1 huruf a tersebut. “Oleh karenanya, saya mengajukan pengujian pasal tersebut ke Mahkamah,” terangnya pada Sidang Pendahuluan di Mahkamah Konstitusi, Senin, (4/7).

Dalam kesempatan tersebut, Ahmad Fadlil Sumadi selaku pimpinan sidang menegaskan bahwa sidang pendahuluan adalah untuk memberikan nasehat perbaikan permohonan. “Sidang ini untuk menjalankan kewajiban hakim memberi nasihat kepada Pemohon supaya permohonan itu lebih lengkap dan jelas,” terangnya kepada Salim.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Anwar Usman, memberi masukan kepada Pemohon bahwa isi permohonan Pemohon kurang lazim dipakai dalam suatu permohonan pengujian UU. “Seperti segi penulisan huruf yang awal Pasal 10 Ayat 1 A, tetapi paragaraf berikutnya Pasal 10 Ayat 1 F,” jelasnya.

Lebih lanjut Anwar mengatakan, “Pemohon harus menjelaskan lebih rinci terkait legal standing Pemohon dalam permohonan ini.” Menurutnya, walupun Pemohon merasa dirugikan, Pemohon harus melihat hubungan implikasi dengan norma yang dimohonkan untuk dibatalkan.

Hal senada juga disampaikan oleh Achmad Sodiki, selaku hakim anggota. Menurutnya, apabila Pasal 10 Ayat 1 huruf a yang berisi kewenangan MK mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang sifatnya mengikat dan final dibatalkan, maka MK tidak punya wewenang lagi untuk mengadili. “Kalau ada orang lain melakukan pengujian UU, maka ‘MK tolak’ karena Mahkamah tidak mempunyai wewenang lagi, termasuk Bapak,” tegasnya.

Sebelum sidang berakhir, Ahmad Fadlil Sumadi, selaku pimpinan sidang kembali menegaskan bahwa Mahkamah sudah melaksanakan kewajiban untuk memberi nasehat dengan lengkap dan jelas. “Tetapi hak pemohon menggunakan nasihat itu atau tidak. Bapak diberi kesempatan 14 hari untuk memperbaiki permohonanya, tetapi kalau tidak diperbaiki maka hak tersebut tidak berlaku lagi,” terangnya. (Shohibul Umam/mh)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More