Kamis, 07 Juli 2011

Ketua MRP: Pemimpin di Papua Harus Orang Asli Papua

Jakarta, MKOnline – Mahkamah Konstitusi (MK) mendengarkan keterangan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Yoram Wambrauw pada persidangan pengujian UU No. 35 Tahun 2008, Kamis (7/7). Dalam persidangan itu, Yoram mengatakan pemimpin pemerintahan daerah di Papua, termasuk anggota MRP haruslah orang asli Papua.

Perkara yang memiliki nomor registrasi 29/PUU-IX/2011 ini dimohonkan oleh Kepala Suku Yawaonad, Kab. Kepulauan Yapen, Papua, David Barangkea (Pemohon I) dan Komarudin Watubun Tanawani Mora (Pemohon II). Para Pemohon didampingi kuasa hukumnya, Abdul Rahman Upara.

Pada persidangan yang beragendakan mendengarkan keterangan MRP, hadir Ketua MRP, yaitu Yoram Wambrauw. Yoram menjelaskan mengenai syarat seseorang dapat menjadi pemimpin di lingkungan pemerintahan daerah Papua, termasuk untuk menjadi Gubernur.

Menurut Yoram, seseorang yang mau menjadi gubernur ataupun wakil gubernur, harus memenuhi syarat sebagai orang asli Papua. ”Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun rumpun ras Melanesia, orang dari suku-suku asli di Provinsi Papua, dan atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua,” jelas Yoram mengenai syarat menjadi Gubernur Papua maupun anggota MRP sebagai representasi masyarakat Papua.

Yoram juga menjelaskan bahwa secara fisik seseorang yang dapat memimpin Papua haruslah yang berciri fisik kulit hitam dan rambut keriting. Namun, Yoram juga mengatakan masyarakat Papua yang tinggal di Sorong maupun Fakfak yang tidak memiliki rambut keriting boleh menjadi pemimpin di Papua. Hanya saja, orang-orang tersebut harus memiliki pertalian darah dengan suku asli Papua dan sudah tinggal lama di Papua.

Selain itu, orang yang hendak menjadi pemimpin di Papua dan bukan warga asli Papua harus sudah mengikuti upacara inisasi di salah satu masyarakat adat. Untuk menentukan apakah seseorang itu memiliki garis keturunan orang Papua dan apakah orang tersebut benar sudah mengikuti upacara inisiasi, maka disediakanlah seorang Antropolog yang memeriksa hal tersebut.

”Saudara-saudara di Fakfak, Sorong, dan Raja Ampat banyak yang berasal dari luar Papua. Tapi mereka sudah lama bercampur dengan warga asli Papua selama berabad-abad.  Sehingga untuk jadi pemimpin tidak terlalu keluar jauh dari syarat-syarat tadi. Kalau sudah kawin-mengawin, sudah tinggal lama, ada hubungan darah, dan dijelaskan garis keturunannya oleh masyarakat adat boleh saja menjadi pemimpin,” ujar Yoram.

Dalam kesempatan sama, Yoram mengakui bahwa ada perbedaan pengertian orang asli Papua yang diatur dalam Perdasus No. 4  tahun 2008 dengan yang dimengerti oleh orang asli Papua. ”Dalam rumusan UU No. 21 tahun 2001, frasa orang yang diterima dan diakui orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua, dihilangkan. Frasa yang dipakai untuk keperluan pemilihan anggota MRP adalah orang yang berasal dari ras melanisia dan suku-suku asli di Papua,” tukas Yoram.

Sebelumnya, Pemohon yang merupakan Bakal Calon Wakil Gubernur Papua merasa dirugikan. Pasalnya, ia tidak diterima menjadi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua karena dianggap bukan sebagai warga asli Papua meski diakui Pemohon sudah menerima pengakuan dari masyarakat adat Papua. (Yusti Nurul Agustin/mh)


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More