Selasa, 19 Juli 2011

Ahli Pemohon: UU Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Langgar HAM

Majelis Hakim Konstitusi sedang mendengarkan keterangan dari Komisioner Komnas HAM Kabul Supriyadi sebagai Ahli dari Pemohon dalam Sidang Pengujian Undang-Undang (PUU) No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, Selasa (19/7), di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.
Jakarta, MKOnline - Pengujian Undang-Undang (PUU) No. 20 Tahun 2009 tentang  Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (19/7), di Ruang Sidang Pleno MK.  Perkara yang teregistrasi dengan Nomor 67/PUU-VIII/2010 ini dimohonkan oleh Ray Rangkuti, Muhammad Chozin Amirullah. Asep Wahyuwijaya, AH. Wakil Kamal, Edwin Partogi, Abdullah, Arif Susanto, Dani Setiawan, Embay Supriyanto, Abdul Rohman dan Herman Saputra.

Sidang yang beragendakan mendengarkan keterangan Ahli Pemohon ini, menghadirkan Komisioner Komnas HAM Kabul Supriyadi sebagai Ahli Pemohon. Dalam keterangannya, Kabul mengungkapkan bahwa ketentuan dalam Pasal 1 angka 4, Pasal 16 ayat (1) huruf b, Pasal 25, dan Pasal 26 UU 20/2009 disharmonisasi dengan hukum mengenai hak asasi manusia. “Mengacu pada undang-undang, seseorang yang melakukan pelanggaran HAM dan aturan normatif masih dapat menerima tanda jasa dan bintang kehormatan,” jelasnya.

Selain itu, Kabul mengungkapkan perspektif HAM dalam UUD 1945 yang tercantum pada Pasal 28J, harus tertuang secara ketat bagi mereka yang berhak menerima gelar tanda jasa maupun bintang jasa. “Relasi penguasa dengan rakyat yang otoriter kepada warga negaranya dan juga penguasa yang menyalahgunakan kewenangan seharusnya dibatasi hak dan kewenangannya untuk menerima gelar tanda jasa maupun bintang kehormatan,” urainya.

Kemudian, Kabul merasa keberadaan militer maupun akademisi di dewan gelar belum tentu menjamin orang-orang yang terpilih menerima gelar tanda  jasa maupun bintang kehormatan. “Keberadaan kalangan militer maupun akademisi dalam dewan gelar belum tentu menjamin kualitas orang-orang yang terpilih untuk mendapatkan gelar tanda jasa maupun bintang kehormatan,” katanya.

Dalam sidang sebelumnya, melalui kuasa hukumnya, Gatot Goei mengungkapkan bahwa Pemohon merasa hak konstitusional terlanggar dengan berlakunya Pasal 1 angka 4, Pasal 25 dan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar Tanda Jasa, Tanda Kehormatan. Terutama hak konstitusional yang diberikan oleh pasal 28C ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, berupa jaminan untuk memajukan diri dalam memperjuangkan kepentingan kolektif untuk membangun kemajuan masyarakat bangsa dan negara. (Lulu Anjarsari/mh)

Sumber:
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInternalLengkap&id=5595

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More