Senin, 18 Juli 2011

Pasangan Calon Gubernur Sulut Uji Materi UU Pemda Ditolak MK

Jakarta, MKOnline - Permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004  tentang Pemerintahan Daerah yang diajukan oleh pasangan calon Gubernur Sulut Linneke Syennie Watoelangkow-Jimmy Stefanus Wewengkang ditolak seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan dengan Nomor 11/PUU-IX/2011 dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD dengan didampingi oleh tujuh hakim konstitusi pada Senin (18/7), di Ruang Sidang Pleno MK.


“Menyatakan, dalam Provisi, menolak permohonan provisi  Pemohon. Dalam Pokok Permohonan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ucap Mahfud.


Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, Mahkamah menolak permohonan provisi Pemohon meminta Mahkamah untuk menerbitkan putusan sela yang memerintahkan Menteri Dalam Negeri untuk menghentikan atau setidak-tidaknya menunda penetapan calon Wakil Kepala Daerah Tomohon sebagai Kepala Daerah Tomohon. Mahkamah beralasan kewenangan menghentikan atau setidak-tidaknya menunda penetapan calon wakil Kepala Daerah Tomohon sebagai Kepala Daerah Tomohon bukan merupakan kewenangan MK.


“Bahwa selain itu, permohonan provisi yang diajukan Pemohon tidak terkait langsung dengan pokok permohonan  a quo. Pertama, dalam Pengujian Undang-Undang  (judicial review),  putusan Mahkamah hanya menguji norma abstrak, tidak mengadili kasus konkret seperti menghentikan atau menunda penetapan calon Wakil Kepala Daerah Tomohon sebagai Kepala Daerah Tomohon. Oleh karena itu, Mahkamah tidak dapat memutus kasus konkret yang tertuju hanya terhadap satu kasus seperti dalam permohonan  a quo karena kalau hal itu dilakukan berarti bertentangan dengan sifat erga omnes tersebut. Ketiga, putusan Mahkamah bersifat prospektif sesuai dengan ketentuan Pasal 58 UU MK serta Pasal 38 dan Pasal 39 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang, sehingga amar putusan Mahkamah dalam perkara a quo tidak berlaku surut terhadap perkara konkret yang sudah berlangsung. Berdasarkan alasan-alasan tersebut  di atas, Mahkamah menolak permohonan provisi yang dimohonkan Pemohon,” papar Hamdan.


Sedangkan mengenai pokok permohonan, Hakim Konstitusi Muhammad Alim menguraikan bahwa mengenai Pasal 108 ayat (4) UU 32/2004 yang menentukan bahwa kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengusulkan dua calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih, menurut Mahkamah karena calon wakil kepala daerah terpilih kemudian dilantik menjadi kepala daerah sesuai ketentuan Pasal 108 ayat (3) UU 32/2004, adalah pihak yang dipilih  oleh rakyat, maka ia yang mengusulkan dua calon  wakilnya yang sejalan dengan rencana pembangunan daerah yang telah dibuatnya. Pengajuan dua calon wakil kepala daerah tersebut dimaksudkan untuk memberi alternatif bagi DPRD untuk memilih salah satu dari calon yang diusulkan tersebut. 


“Pasal 108 ayat  (5) UU 32/2004 yang menentukan bahwa dalam hal pasangan calon terpilih berhalangan tetap, partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya meraih suara terbanyak pertama dan kedua mengusulkan pasangan calon kepada DPRD untuk dipilih menjadi kepala daerah dan wakil  kepala daerah selambat-lambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari. Pengajuan dua pasangan calon untuk dipilih oleh DPRD yang bersangkutan menurut Mahkamah juga adalah cara yang demokratis, berbeda dengan permohonan Pemohon yang menganggap Pasal 108 ayat (5)  UU 32/2004 juga tidak konstitusional,” ujar Alim.


Alim menjelaskan bahwa Mahkamah dalam Putusan Nomor  22/PUU-VII/2009, tanggal 17 November 2009 mempertimbangkan perbedaan sistem pemilihan kepala daerah baik tidak langsung maupun langsung tidaklah berarti bahwa sistem Pemilihan Kepala Daerah  tidak langsung, tidak atau kurang demokratis dibandingkan dengan sistem langsung, begitu pula sebaliknya. Keduanya merupakan kebijakan negara tentang sistem pemilihan kepala daerah yang sama demokratisnya sesuai dengan  Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. 


“Selain itu, karena berdasarkan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 Pemilihan Umum  diselenggarakan setiap lima tahun sekali, dan berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Pemilukada termasuk rezim pemilihan umum, maka ketentuan Pasal 108 ayat (4) dan ayat (5) UU 32/2004 yang menetapkan pemilihan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah oleh DPRD, dengan demokrasi perwakilan, telah memenuhi  ketentuan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yakni Pemilu hanya sekali setiap lima tahun, sekaligus menyelenggarakan Pemilukada secara demokratis memenuhi ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, Mahkamah berpendapat Pasal 108 ayat (3), ayat  (4), dan ayat (5) UU 32/2004 tidak bertentangan dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945,” urai Alim. (Lulu Anjarsari/mh)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More