Senin, 18 Juli 2011

Intervensi Kemandirian Profesi Advokat, Pasal 65 UU MK Diuji

Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan UU No.24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) - Perkara No.42/PUU-IX/2011 - pada Senin (18/7) siang di ruang sidang MK. Pemohon adalah Suhardi Somomoelyono, S.H.M.H selaku Ketua Umum Kolektif Pimpinan Pusat Komite Kerja Advokat Indonesia (KPP KKAI) dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (DPP HAPI).


Pemohon mengajukan permohonan uji materil terhadap muatan Pasal 65 UU MK karena muatan pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945. Dalam Pasal 65 UU MK disebutkan bahwa Mahkamah Agung tidak dapat menjadi pihak dalam sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 kepada Mahkamah Konstitusi.


Dalam legal standing Pemohon dijelaskan bahwa Pemohon adalah pendiri sekaligus Ketua Umum KPP KKAI dan Ketua Umum DPP HAPI. Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) - di dalamnya terdapat 7 organisasi advokat antara lain IKADIN, AAI, IPHI, SPI - sebagai wujud nyata persatuan dan kesatuan semua advokat/pengacara/konsultan hukum/penasehat hukum warga negara Indonesia yang menjalankan profesi advokat.


Kemudian diberlakukannya UU No.18/2003 tentang Advokat, maka dimasukkanlah satu organisasi profesi advokat yaitu Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) yang tertuang dalam Pasal 32 Ayat (3) UU Advokat. Dengan demikian, terdapat 8 organisasi profesi advokat yang dikenal dalam UU Advokat. 


Delapan organisasi profesi advokat tersebut merupakan bentuk federasi, keterkaitan dengan dengan Pasal 28 Ayat (1) UU No.18/2003 yang berbunyi “Organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan undang-undang ini, dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat”.


Pemohon menjelaskan, badan negara yang disebut KKAI diatur dalam UU No.18/2003 tentang Advokat. Sedangkan Mahkamah Agung diatur dalam Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945. Oleh karena itu, menurut Pemohon, KKAI selaku badan negara merupakan alat kelengkapan kekuasaan kehakiman yang sejajar dengan Mahkamah Agung. “Baik KKAI dan Mahkamah Agung masing-masing memiliki kemandirian dan kewenangan dalam arti tidak ada intervensi kewenangan masing-masing,” ungkap Pemohon.


Intervensi Kewenangan KKAI
Pemohon melanjutkan, meski Mahkamah Agung dan KKAI masing-masing memiliki hak dan kewenangan, tapi dalam praktik ketatanegaraan, Mahkamah Agung selalu mengintervensi kewenangan KKAI dengan menerbitkan surat Mahkamah Agung No.089/KMA/VI/2010 tanggal 25 Juni 2010 Jo. Surat Ketua Mahkamah Agung No.052/KMA/HK.01/III/2011 tanggal 23 Maret 2011. Surat tersebut menyebutkan “Pada intinya organisasi advokat yang disepakati dan merupakan satu-satunya wadah profesi advokat adalah Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI)”.


Menurut Pemohon, perkataan Mahkamah Agung dalam surat tersebut tidak sejiwa dengan 8 organisasi profesi advokat diatur dalam Pasal 32 Ayat 3, ketentuan Kode Etik Advokat Indonesia Pasal 22 Ayat (3) ditetapkan tanggal 23 Mei 2002, disahkan dalam Pasal 33  UU No.18/2003 tentang Advokat. “Oleh karena itu KKAI adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 yang mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang disengketakan sesuai amanat Pasal 61 Ayat (1) UU No.24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi,” imbuh Pemohon. 


Bahwa badan yang disebut sebagai KKAI yang dibentuk berdasarkan Pasal 24 Ayat (3) UUD 1945 merupakan staats fundamental norm (norma dasar negara) sebagai pelaksana UU diatur dalam Pasal 34 UU No.18/2003 tentang Advokat yang berbunyi “Peraturan pelaksana yang mengatur mengenai advokat tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum dibentuk atau diganti dengan peraturan perundang-undangan yang baru sebagai pelaksana UU ini”.


Dikatakan Pemohon, dengan adanya ketentuan tersebut menunjukkan bahwa peran serta 8 organisasi profesi advokat termuat dalam Pasal 32 Ayat (3) UU Advokat dapat dijalankan. Selain itu, ketentuann Kode Etik Advokat Indonesia Pasal 22 Ayat (3) yang mengatur KKAI, kemudian disahkan dalam Pasal 33 UU No.18/2003 tetap berlaku.


“Oleh karena itu terbentuknya organisasi KKAI selaku badan negara yang mewakili 8 organisasi profesi advokat tetap sebagai induk organisasi KKAI serta sebagai pelaksana UU Advokat,” tegas tim kuasa hukum Pemohon, Dominggus Maurits Luitnan, SH, dkk. (Nano Tresna A./mh)
 

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More