Senin, 18 Juli 2011

Nasabah Kartu Kredit Citibank Ajukan Pengujian UU Bea Materai

Jakarta, MKOnline – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perkara pengujian undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (Pasal 6), Jumat (18/3) di gedung MK. Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan pendahuluan. Pemohon dalam perkara ini, yaitu Hagus Suanto seorang Wiraswastawan yang merasa dirugikan dengan pungutan pajak bea materai oleh bank swasta asing (Citibank).

Hagus Suanto di hadapan panel hakim mengatakan UU Bea Materai menjelaskan bahwa pungutan pajak dapat dilakukan sebagai pajak negara, pajak pusat, dan bea materai dalam dokumen. Hagus juga mengatakab bahwa ia juga dipungut pajak dari lembar tagihan kartu kredit yang dilakukan oleh Citibank. Pemohon sendiri merupakan nasabah kartu kredit Citibank.

Pemohon selaku nasabah Citibank menganggap Citibank tidak berhak secara yuridis memungut pajak tersebut. “Pajak itu adalah kewenangan negara sehingga yang berhak memungut pajak yaitu negara,” ujar Hagus.

Lebih lanjut, Hagus menjelaskan mengenai definisi pajak. Ia mengatakan pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasar undang-undang dan bersifat dapat dipaksakan. Berdasar Pasal 6 UU Bea Materai kemudian Citibank memungut pajak dokumen. Pasal 6 UU Bea Materai sendiri berbunyi, “Bea Meterai terhutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.”.

Hagus melanjutkan, ia mengaku telah menjadi nasabah yang baik dengan melunasi tagihan pokok transaksinya yang menggunakan kartu kredit. Meski begitu, dirinya tetap dianggap dianggap mempunyai hutang oleh Citibank. Hutang itu berasal dari pengutan terhadap pajak bea materai yang berasal dari pajak dokumen.

“Seharusnya pajak dokumen itu melekat pada dokumennya dan tidak harus dibebankan kepada nasabahnya. Karena kami selama ini menggunakan kartu kredit sebagai alat pembayaran transaksi itu tidak pernah melakukan transaksi bea materai. Dan menurut kami bea materai adalah pajak, bukan benda yang dapat ditransaksikan secara umum,” ujar Hagus beragumen.

Terakhir dalam penjelasannya, Hagus mempertanyakan mengapa bank swasta asing yang tugasnya menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit ternyata dapat memungut pajak kepada masyarakat tanpa beradasarkan UU. Padahal, negara saja dalam memungut pajak menurutnya berdasar UU.

Terhadap keterangan Pemohon mengenai pokok permohonannya, Panel Hakim yang terdiri dari, Ahmad Fadil Sumadi (ketua), Ahmad Sodiki (anggota), dan Hamdan Zoelva (anggota) memberikan nasihat yang dapat dipertimbangkan oleh Pemohon. Ketiganya mengingatkan Pemohon agar mempertimbangkan kembali petitumnya yang meminta Pasal 6 UU Bea Materai untuk dibatalkan. “Kalau dibatalkan itu berarti hilang. Lalu dasar negara untuk memungut pajak dari mana?” ujar Sodiki.

Hal yang sama juga ditegaskan Zoelva sembari mengingatkan agar Pemohon menjelaskan legal standing Pemohon beserta kerugian konstitusional yang dialami Pemohon. (Yusti Nurul Agustin/mh)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More