Jumat, 08 Juli 2011

Syarat Perceraian dalam UU Perkawinan Diuji di MK

Jakarta, MKOnline - Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) kembali diuji di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (8/7). Kali ini syarat perceraian dalam Pasal 39 ayat (2) huruf f (Penjelasan, Red) UU Perkawinan dimohonkan oleh Halimah Agustina Binti Abdullah Kamil kepada MK untuk dilakukan pengujian terhadap UUD 1945.

Dalam Sidang Pendahuluan Perkara No. 38/PUU-IX/2011, Halimah selaku Pemohon yang diwakili kuasa hukumnya, Choirunnisa Jafizham, mendalilkan pasal tersebut merugikan hak konstitusionalnya. Di hadapan Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh Achmad Sodiki, dengan didampingi Anwar Usman dan Harjono, masing-masing sebagai anggota, Pemohon mengatakan bahwa Pasal 39 Ayat (2) haruf f tentang perkawinan sepanjang frase “antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri” bertentang dengan UUD RI 1945.

“Padahal konstitusi, yaitu Pasal 28D ayat 1 UUD 45 mengatakan, ‘Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.’ Begitu juga dalam  Pasal 28H ayat 2 UUD 45 yang berbunyi, ‘Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan’,” ujar Choirunnisa selaku kuasa hukum Pemohon.

Lebih lanjut dalam permohonanya, Pemohon mendalilkan dengan melihat kebanyakan peristiwa yang terjadi, kebanyakan pihak istri yang dikorbankan dalam pertengkaran dan perselisihan. Menurutnya, suami menjadi penyebab yang paling sering dalam perselisihan dan pertengkaran, misalnya suami mempunyai hubungan gelap dengan wanita lain, tentu akan terjadi pertengkaran dalam rumah tangga tersebut.

Choirunnisa membandingkan ketentuan dalam pasal tersebut dengan ketentuan yang ada di dalam Burgerlijk Wetboek (BW). Dalam BW tidak dicantumkan lagi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus sebagai alasan perceraian. “Pasal 209 BW menetapkan alasan perceraian, yaitu telah terjadi zina, meninggalkan tempat kediaman bersama secara etikad buruk, dikenakan hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat lagi, setelah dilangsungkan perkawinan; pencederaan berat atau penganiayaan, yang dilakukan oleh salah seorang dan suami isteri itu terhadap yang lainnya sedemikian rupa, sehingga membahayakan keselamatan jiwa, atau mendatangkan luka-luka yang berbahaya,” kata Choirunnisa saat membacakan permohonan Pemohon.

Lebih lanjut Choirunnisa mengatakan bahwa syariat Islam juga mengatur perceraian, yaitu karena alasan istri berzina, atau istri nusus meskipun telah dinasihati berulangkali, istri pemabuk, penjudi atau melakukan kejahatan yang dapat mengganggu kerukunan rumah tangga.

Oleh karenanya, dalam permohonannya Pemohon mendalilkan bahwa Pasal 39 Ayat 2 huruf f Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974  tentang Perkawinan tidak menjamin perlindungan dan kepastian hukum, serta keadilan bagi seorang istri. Untuk itu, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengingat pasal tersebut.

Terhadap permohonan tersebut, Achmad Sodiki selaku pimpinan Sidang menunggu adanya perbaikan terhadap permohonan pemohon selama 14 hari. “jadi ibu menunggu sidang yang akan datang,” katanya. (Shohibul Umam/mh)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More