Senin, 18 Juli 2011

Lagi, UU Otsus Papua Diuji ke MK

Jakarta, MKOnline – Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua) kembali diuji oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (18/7). Pemohon perkara yang teregristrasi dengan nomor 41/PUU-IX/2011, Habel Rumbiak menganggap Pasal 17 ayat (1) UU Otsus Papua mengandung frasa yang multitafsir sehingga menimbulkan ketidakjelasan.

Pemohon, Habel Rumbiak, melalui kuasa hukumnya Libert Cristo menganggap frasa “dapat dipilih kembali” menimbulkan ketidakjelasan. Pasalnya, frasa tersebut dapat diartikan seseorang yang telah mencalonkan diri sebagai kepala daerah pada satu kali pemilihan, pada periode berikutnya dapat mencalonkan diri kembali. Pasal tersebut berbunyi, “(1)  Masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu masa jabatan berikutnya”.

Padahal, menurut Pemohon, seperti yang disampaikan Cristo, seseorang yang sudah mencalonkan diri sebanyak dua kali tidak bisa mencalonkan diri lagi dalam pemilihan kepala daerah berikutnya. “Tidak ada ketegasan dalam frasa itu sehingga bisa memunculkan pemahaman orang dapat mencalonkan diri lebih dari dua kali. Untuk itu, kami minta ketegasan saja dalam pasal ini,” ujar Cristo.

Seusai Pihak pemohon menyampaikan pokok permohonannya, Panel Hakim kemudian memberikan saran yang dapat digunakan atau tidak oleh Pemohon pada perbaikan permohonannya. Anggota Panel Hakim, M. Akil Mochtar dalam kesempatan itu menyarankan agar Pemohon menjelaskan mengenai legal standing Pemohon. ”Tolong dijelaskan legal standing Pemohon. Apakah warga negara biasa, apakah pernah jadi kepala daerah, apakah pernah mencalonkan diri sebagai kepala daerah? Itu tolong dijelaskan,” ujar Akil menyarankan.

Akil juga menyarankan agar Pemohon mencantumkan tentang kerugian konstitusional yang diderita Pemohon akibat multitafsirnya frasa pada Pasal 17 ayat (1) UU Otsus Papua tersebut. Dengan menjelaskan kerugian konstitusional yang dirasakan Pemohon, Akil mengatakan para hakim mendapati gambaran yang utuh mengenai perkara yang dimohonkan.

Mengenai legal standing dan kerugian konstitusional yang diderita Pemohon, Ketua Panel Hakim Hamdan Zoelva juga menegaskannya. ”Soal legal standing itu perlu untuk diuraikan. Karena kalau tidak ada, pokok permohonan saudara bisa tidak diperiksa. Legal standing juga berkaitan erat dengan hak atau kerugian konstitusional Saudara. Jadi tolong dijelaskan,” saran Hamdan seraya mengingatkan agar Pemohon menyerahkan perbaikan permohonan paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak sidang kali ini berakhir. (Yusti Nurul Agustin/mh)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More