Kamis, 30 Juni 2011

BUMN Belum Laksanakan Amanat UU SJSN


Jakarta, MKOnline - BUMN yang ada di Indonesia belum melaksanakan sepenuhnya program jaminan sosial sebagai bagian menyesuaikan amanat dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). 

Hal ini disampaikan oleh Sulastomo sebagai Ahli dari Pemohon Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 pada sidang lanjutan yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (30/6). Kepaniteraan MK mencatat dengan registrasi dengan Nomor 8/PUU-VIII/2011dengan sebelas Pemohon, yakni Mudhofir, Parulian Sianturi, Edward P. Marpaung, Markus S. Sidauruk, Supardi, Herikson Pakpahan, Zulkifli S. Ekomei, Elly Rosita Silaban, Nikasi Ginting, Ully Nursia Pakpahan, serta Lundak Pakpahan.

“UU No 40/2004 ini menggariskan dua hal agar BPJS Jamsostek itu yang diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992. Dalam hal badan hukumnya sudah harus menyesuaikan diri, selambat-lambatnya tanggal 19 Oktober 2009 karena badan hukum Jamsostek yang diatur Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, adalah badan hukum PT Persero dan BUMN yang tentu tujuannya mencari untung. Sedangkan menurut Undang-Undang Dasar yang dijabarkan melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, BPJS Jamsostek itu yang harus menyesuaikan diri itu, dia adalah badan hukum nirlaba, gotong-royong, dana amanah, dan dananya sebesar-besarnya digunakan untuk kepentingan peserta, dalam hal ini buruh,” papar Sulastomo di hadapan Majelis Hakim Konstitusi yang diketuai oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD.

Menurut Sulastomo, Pemerintah sudah melakukan beberapa hal, di antaranya dengan membentuk Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Namun, sambung Sulastomo, seharusnya segera disertai dengan perubahan BUMN menjadi badan penyelenggara jaminan sosial. “Khusus mengenai Jamsostek, mestinya harus sudah mulai mempersiapkan diri untuk melengkapi programnya dengan jaminan pensiun. Dan selain itu, juga menyempurnakan program jaminan kesehatan yang selama ini sudah diberikan, tapi belum sesuai dengan UU No 40/2004. Jadi, untuk PT. Jamsostek, 2 program ini yang harus selayaknya segera dimulai dirintis,” paparnya.

Dalam sidang yang mengagendakan mendengarkan keterang Ahli dan Saksi, Pemohon menghadirkan lima orang saksi, yakni Muhammad Firman, Suwarto, Sukarningsih, Nursana Marpaung, serta Priyo Djatmiko. Kelima saksi Pemohon tersebut menerangkan pentingnya untuk disegerakannya implementasi UU No 40/2004 di lapangan.  

“Karena itu (implementasi UU SJSN, red.) akan lebih meng-cover dan melindungi buruh dalam jangka waktu yang panjang terutama setelah purna tugas. Kemudian ketika dia (buruh, red.) memasuki usia pensiun, dia akan menerima uang pensiun setiap bulannya dan jika dia mengalami sakit setelah dia tidak bekerja itu akan ditanggung oleh negara,” papar Muhammad Firman.

Pada persidangan sebelumnya, Pemohon berpendapat UU Jamsostek bertentangan dengan Pasal 32 Undang-Undang Dasar 1945. Pasalnya, program Jamsostek saat ini tidak mencakup dana pensiun seperti yang diperintahkan UU Nomor 40 Tahun 2004 yang mengharuskan Jamsostek mencakup program pensiun. “Peserta Jamsostek yang sudah meninggal tidak dapat dana pensiun. Berarti presiden menyengsarakan rakyat yang seharusnya mendapat dana pensiun menjadi tidak dapat dana pensiun. Seperti saya, kalau tidak ada Undang-Undang Jamsostek yang nantinya disesuaikan ini, saya akan pensiun tiga tahun lagi sebagai peserta Jamsostek. Berarti, tiga tahun lagi saya tidak menerima dana pensiun,” jelas Muchtar pada persidangan pertama (24/1) lalu. (Lulu Anjarsari/mh)

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInternalLengkap&id=5535

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More