Rabu, 22 Juni 2011

Hak Konstitusional Dirugikan, UU Tenaker Kembali Diujikan

Jakarta, MK Online - Undang-Undang Nomor 13/ 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Tenaker) kembali diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (22/6). Tiga pemohon, yakni Ugan Gandar, Eko Wahyu, dan Rommel Antonius Ginting , tercatat dalam buku registrasi perkara Kepaniteraan MK sebagai pemohon dalam perkara Nomor 37/PUU-IX/2011.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan tersebut, para Pemohon yang diwakili oleh kuasa hukumnya Ecoline Situmorang, menyatakan hak konstitusionalnya terlanggar akibat berlakunya Pasal 155 Ayat (2). Pasal 155 Ayat (2) menyatakan “Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya”. “Klausula ‘belum ditetapkan’ dalam pasal tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum. Ada penafsiran yang tidak tegas dalam klausula tersebut. Apakah ‘belum ditetapkan’ itu terbatas pada pengadilan hubungan industrial tingkat pertama atau sampai tingkat kasasi bahkan Mahkamah Agung?” ujar Ecoline.
Ecoline menjelaskan bahwa   Pasal 155 Ayat (2) bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) karena pada implementasinya di lapangan, pasal tersebut menimbulkan dua penafsiran. “Penafsiran pertama, yakni  ‘belum ditetapkan’ berarti hanya sampai pada pengadilan hubungan industrial tingkat pertama. Ada pula penafsiran kedua sampai pada tingkat Mahkamah Agung. Inilah yang dirasakan oleh Pemohon,” urainya.
Oleh karena itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Pasal 155 ayat (2) dinyatakan konstitusional bersyarat (conditionally constitutional).“Sepanjang klausula 'belum ditetapkan' dalam Pasal 155 ayat (2) ditafsirkan sampai pengadilan hubungan industrial yang berkekuatan hukum tetap," ujarnya.
Majelis Hakim Panel MK yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman dengan anggota panel Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar dan Hamdan Zoelva memberikan beberapa nasihat kepada Pemohon. M. Akil Mochtar menyarankan agar Ugan Gandar selaku Pemohon I mengubah kedudukan hukumnya. "Akan lebih baik jika kedudukan hukum (legal standing) diubah menjadi perseorangan warga negara sehingga lebih mudah dibuktikan. Jika menggunakan badan hukum seperti sekarang akan sulit membuktikannya," jelasnya.
Majelis hakim panel memberikan waktu 14 hari kepada Pemohon untuk melakukan perbaikan. "Majelis hakim panel sudah memberikan saran sesuai yang diamanatkan UUD 1945. Terserah kepada Pemohon, apakah saran-saran tersebut akan dimasukkan dalam perbaikan," tandas Anwar di akhir persidangan. (Lulu Anjarsari/mh)

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInternalLengkap&id=5505

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More