Rabu, 16 Maret 2011

UU Sistem Jaminan Sosial Nasional Eksploitasi Rakyat

Jakarta, MKOnline – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang ketiga Pengujian Pasal 17 UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dengan agenda mendengarkan keterangan pemerintah, DPR, dan saksi/ahli dari Pemohon dan pemerintah, Rabu (16/3).

Pada persidangan kali ini dihadiri kuasa Pemohon, Hermawanto. Para Pemohon principal juga hadir di persidangan, yaitu Maimunah (Pengguna Jamkesmas/Pemohon 1), Sugiarto (Pengguna Jamkesmas/Pemohon 2), Sri Lindayanti (Pengguna Jamkesmas/ Pemohon 3), Rohayati Ketaren (Pengguna Jamkesmas/Pemohon 4), Tutut Herlina (Pembayar Pajak/Pemohon 6), Wiliam Enjelbes Warraw (Dewan Kesehatan Rakyat/Pemohon 7), dan Salamuddin Daeng (Institute Global Justice/Pemohon 8).

Sedangkan dari pihak pemerintah yang hadir, yaitu Mulaimin Abdi (Kemenkumham), Hedy Susilawardaya (Kemenkumham), Sunarno (Kementakertrans), dan Sahat (Kemenkertrans). Dari pihak DPR tidak hadir dalam persidangan kali itu. Dalam keterangan pemerintah atas permohonan Pemohon dijelaskan bahwa sisitem SJSN program pemerintah yang memberikan kepastian jaminan kepada setiap penduduk. Terkait dengan permohonan Pemohon, pemerintah tidak sependapat dengan Pemohon yang mengatakan pungutan jamsostek memberatkan. Pemerintah menganggap hal itu sudah menjadi kewajiban perusahaan yang memperkerjakan lebih dari sepuluh orang pegawai.

Hadir pula pada persidangan kali ini yaitu empat ahli dari Pemohon, yaitu Siti Fadilah Supari (Mantan Menteri Kesehatan), Sri Edi Suharsono, Poppy Ismalina, dan Margarito Kamis. Saksi-saksi fakta juga dihadirkan oleh Pemohon, yaitu Rosidah, Amiruddin, Indrajaya, Tarmuji, sajaah, dan Rohman.

Siti Fadilah Supari menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan oleh pemerintah kepada rakyat belum seperti yang diharapkan. Sebenarnya tugas pemerintah secara konstitusional telah jelas tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa tugas pemerintah Indonesia yaitu melindungi segenap tumpah darah bangsa Indonesia.

Pada Pasal 28 H ayat 3 UUD 1945, dijelaskan jaminan sosial adalah hak setiap orang, artinya merupakan kewajiban pemerintah untuk memberikan jaminan sosial tersebut. Hal itu juga sesuai dengan Pancasila, sebagai konsensus nasional, namun pelaksanaannya oleh pemerintah akan diatur lewat UU SJSN.

“UU ini terlihat dari namanya seakan-akan mengatur mengenai jaminan sosial, namun kalau kita lihat isinya mengatur asuransi sosial yang akan dikelola badan pelaksana jaminan social (BPJS). Dari dua hal ini saja sudah tidak konsisten. Hal ini terlihat jelas di Pasal 17 ayat 1, 2, dan 3 UU SJSN sebagai asuransi sosial. Hal itu jelas bertentangan dengan konstitusi tertinggi yaitu pembukaan UUD 1945,” tegas Siti. 

Lebih lanjut Siti menjelaskan, bahwa perlindungan dari bencana kesehatan adalah hak rakyat, dan pemerintah wajib memberikan perlindungan termasuk terhadap bencana kesehatan itu. Namun, ayat 1, 2, dan 3 Pasal 17 UU SJSN, rakyat diharuskan membeli premi untuk melindungi dirinya sendiri dari bencana sosial. Pada ayat 2 Pasal 17 UU SJSN juga dinyatakan pemberi kerja diharuskan memungut upah pekerjanya untuk dibayarkan ke pihak ketiga yang notabene adalah pemerintah untuk mendapatkan asuransi kesehatan.

Terakhir, Siti mengatakan pemerintah yang memberikan peraturan dalam SJSN telah mengeksploitasi rakyatnya demi keuntungan pengelola asuransi yang notabene juga milik pemerintah. Hal itu jelas tidak sesuai dengan tujuan bernegara bangsa Indonesia.
Pemohon nomor 50/PUU-VIII/2010 ini menyoal atas Pasal 17 UU SJSN yang menyatakan, (1) Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah atau suatu jumlah nominal tertentu. (2) Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial secara berkala. (3) Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan untuk setiap jenis program secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi dan kebutuhan dasar hidup yang layak. (Yusti Nurul Agustin/mh)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More