Jumat, 11 Maret 2011

SP Mandiri Hotel Papandayan Gugat UU Ketenagakerjaan

Jakarta, MKOnline - Serikat Pekerja Mandiri Hotel Papandayan, Bandung, mengajukan pengujian atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Tenaker), Jumat (11/3), di Ruang Sidang Pleno MK. Kepaniteraan MK meregistrasi perkara ini dengan Nomor 19/PUU-IX/2011. Para Pemohon merupakan perwakilan dari para karyawan Hotel Papandayang yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak, yakni Asep Ruhiyat, Suhesti Dianingsih dan Bambang Mardiyanto.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon merasa hak konstitusionalnya yang dijamin oleh Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 terlanggar akibat Pasal 164 ayat 3 UU Ketenagakerjaan. Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa “Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tehadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 Ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 Ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat (4).
Menurut Asep Ruhiyat selaku Ketua Serikat Pekerja Mandiri Hotel Papandayan Bandung, Hotel Papandayan melakukan renovasi untuk meningkatkan kualitas hotel dari bintang empat menjadi bintang lima, tetapi rtenovasi gedung yang dilakukan berakibat di-PHKnya karyawan Hotel Papandayan. “Padahal di antara kami sudah ada yang bekerja di Hotel Papandayan sampai 20 tahun. Kami masih ingin terus memajukan Hotel Papandayan, tetapi kami malah menjadi korban PHK,” jelasnya.
Menurut Asep, SP Mandiri Hotel Papandayan pun menanyakan mengenai PHK tersebut, akan tetapi yang terjadi justru perusahaan membawa masalah PHK ini ke jalur hukum. Karyawan yang terkena PHK, lanjut Asep, menjadi tergugat sampai ke Mahkamah Agung. “Kami yang jadi korban PHK, tetapi kami juga yang menjadi Tergugat. Padahal seharusnya mereka yang kami gugat. Gugatan itu menggunakan Pasal 164 ayat 3. Perusahaan memaksakan keadaan yang semula hanya renovasi gedung menjadi efisiensi,” urainya.
Ketua Panel Hakim Achmad Sodiki menyarankan agar Pemohon memperbaiki kedudukan hukum sesuai dengan Pasal 51 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. “Apa Serikat Pekerja ini termasuk badan hukum seperti yang diatur dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK? Jika tidak, lebih baik Pemohon mengganti kedudukan hukum (legal standing) menjadi perseorangan warga negara,” jelasnya.
Sementara, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati sebagai anggota panel menjelaskan bahwa pemaparan Pemohon merupakan sesuatu yang konkret, sementara pengujian UU bersifat abstrak. “Jadi, Pemohon harus menemukan cara bagaimana mengemas sesuatu yang konkret seperti PHK itu sebagai landasaan untuk hakim konstitusi agar teryakini bahwa hak konstitusional Pemohon terlanggar,” paparnya.
Kemudian, Maria menyarankan agar Pemohon membandingkan UU Ketenagakerjaan ini dengan UU sebelumnya. “Kejadian yang dialami Pemohon terjadi pada 2001, tetapi UU yang diajukan berlaku pada 2003. Maka apakah sama mengenai aturan pada Pasal 164 ayat (3) ini dengan sebelumnya? Karena seharusnya UU yang baru harus lebih baik dari UU sebelumnya,” sarannya. (Lulu Anjarsari/mh)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More