Rabu, 09 Maret 2011

MK Tolak Uji Materi UU Energi Pemkab Tanjabbar

Jakarta, MKOnline - Kata ”daerah” dalam Pasal 20 ayat (3) UU 30/2007 adalah daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota. Kata “daerah” dalam pasal tersebut merupakan ketentuan yang bersifat umum yang menunjuk kepada pengertian kedua daerah tersebut. Sebab, apabila kata ”daerah” menunjuk kepada salah satu daerah, yaitu provinsi ataupun kabupaten/kota maka UU tersebut akan menyebutkan dengan jelas mengenai maksud daerah.
Demikian pendapat Mahkamah dalam gelar sidang pengucapan putusan perkara nomor 153/PUU-VII/2009 mengenai Pengujian UU 30/2007 tentang Energi, pada Rabu (9/3/2011), di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Dalam amar putusan, Mahkamah menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
Permohonan diajukan oleh Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar) yang dalam hal ini diwakili oleh Safrial (saat pengajuan permohonan menjabat Bupati Tanjabbar). Pemohon menganggap hak konstitusionalnya untuk menjamin kesejahteraan dan/atau kemakmuran rakyat di Kabupaten Tanjabbar dirugikan oleh berlakunya Pasal 20 ayat (3) dan Pasal 23 ayat (3) UU 30/2007. Menurutnya, pasal dalam UU tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Pemohon mendalilkan Pasal 20 ayat (3) menyatakan, “Daerah penghasil sumber energi mendapat prioritas untuk memperoleh energi dari sumber energi setempat”, mengandung ketidakjelasan hukum. Kata "daerah” dalam pasal tersebut tidak secara tegas menentukan apakah daerah yang dimaksud adalah daerah kabupaten/kota ataukah daerah provinsi. Ketidakjelasan pasal tersebut disebabkan karena Pasal 11 ayat (2) UU 32/2004 memberikan landasan yuridis yang bersifat umum yang menyatakan, “Penyelenggaraan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota atau antar pemerintah daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan”.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka Provinsi Jambi sebagai daerah atasan merasa lebih berwenang mendapatkan prioritas energi dari Kab. Tanjabbar di mana sumber energi tersebut berada. Selain itu, menurut Pemohon, rumusan pasal tersebut sangat lentur, subjektif, dan sangat tergantung pada interpretasi dari daerah provinsi maupun kab/kota sehingga daerah provinsi berpotensi meminta jatah atau prioritas yang lebih besar atas sumber energi yang ada dalam wilayah kabupaten/kota di mana sumber energi tersebut berada.
Tak Beralasan Hukum
Mahkamah dalam pendapatnya meyatakan bahwa yang dimaksud dengan ”daerah” dalam Pasal 20 ayat (3) UU 30/2007 sudah jelas, sehingga tidak menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana didalilkan oleh Pemohon. Oleh karena itu, dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Selanjutnya, mengenai dalil Pemohon yang menyatakan  Pasal 23 ayat (3) UU30/2007 yang menyatakan, “Pengusahaan jasa energi hanya dapat dilakukan oleh badan usaha dan perseorangan”, bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Kata “badan usaha” dalam pasal ini, dalil Pemohon, mengandung rumusan yang mengambang karena dapat diinterpretasikan BUMN, BUMD provinsi atau BUMD kabupaten/kota ataupun badan usaha dalam bentuk lainnya. Menurut Pemohon, kata "badan usaha" dalam pasal tersebut harus dimaknai BUMD kabupaten/kota.
Mahkamah berpendapat, pengertian badan usaha dengan tegas telah dinyatakan dalam Pasal 1 angka 12 UU 30/2007 yang menyatakan, “Badan usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus menerus, dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Menurut Mahkamah, “badan usaha” yang tercantum dalam Pasal 23 ayat (3) UU 30/2007 adalah sama dengan “badan usaha” yang tercantum dalam Pasal 23 ayat (2) UU 30/2007. Selain itu, Penjelasan Pasal 23 ayat (2) UU 30/2007 dengan tegas menyebutkan macam-macam badan usaha, yaitu meliputi BUMN, BUMD, koperasi, dan badan usaha swasta.
Mahkamah sependapat dengan pemerintah bahwa perbedaan prinsip Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) UU tersebut adalah terletak bentuk pengusahaannya, yaitu mengenai “pengusahaan energi” dan “pengusahaan jasa energi”. Berdasarkan ketentuan tersebut, Mahkamah berpendapat, “badan usaha” dalam Pasal 23 ayat (3) UU 30/2007 tidak dapat dimaknai hanya terbatas pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dengan demikian, dalil Pemohon yang memohon agar badan usaha diartikan secara sempit hanya BUMD saja adalah tidak beralasan hukum.
Sidang Pleno MK terbuka untuk umum ini dilaksanakan oleh delapan hakim konstitusi yaitu Moh. Mahfud MD, selaku ketua merangkap anggota, Achmad Sodiki, Maria Farida Indrati, Harjono, M. Akil Mochtar, Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, dan Hamdan Zoelva, masing-masing sebagai anggota.
Alhasil, Mahkamah dalam amar putusan, menyatakan menolak seluruh permohonan. “Menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya” kata Ketua Pleno Moh. Mahfud MD di ujung persidangan. (Nur Rosihin Ana/mh)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More