Rabu, 09 Maret 2011

Dalil Tak Beralasan Hukum, Mahkamah Tolak Uji Materi UU Minerba

Jakarta, MK Online – Para Pemohon tidak dapat membuktikan adanya kerugian hak konstitusional dengan berlakunya Pasal 172 UU Minerba sepanjang frasa yang diujikan para Pemohon. Sehingga permohonan para Pemohon tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum.
Demikian pendapat Mahkamah dalam gelar sidang pengucapan putusan perkara nomor 121/PUU-VII/2009 mengenai uji materi Pasal 172 UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), pada Rabu (9/3/2011), di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Dalam amar putusan, Mahkamah menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya.
Pemohon Perkara ini adalah Nunik Elizabeth, Yusuf Merukh, PT Pukuafu Indah, PT Bintang Purna Manggala, PT Lebong Tandai, PT Merukh Ama Coal, dan PT Merukh Lores Coal.  Pemohon memberikan kuasa hukum kepada Hamdan Zoelva, Januardi S. Hariwibowo, R.A. Made Damayanti Zoelva, Wisye Hendrarwati, Abdullah, dan Erni Rasyid yang kesemuanya adalah advokat pada kantor Hukum Zoelva & Januardi.
Pemohon sebagai perseorangan dan badan hukum, mendalilkan Pasal 172 UU 4/2009 bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3), Pasal 22A, dan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945. Pasal 172 UU 4/2009 menyatakan, "Permohonan kontrak karya dan perjanjian karya pertambangan batubara yang telah diajukan kepada menteri paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berlakunya Undang-undang ini dan sudah mendapatkan surat persetujuan prinsip atau surat izin penyelidikan pendahuluan tetap dihormati dan dapat diproses perizinannya tanpa melalui lelang berdasarkan undang-undang ini." Yang dipersoalkan Pemohon yaitu sepanjang frasa “kepada menteri paling lambat 1 (satu) tahun”  dan “sudah mendapatkan surat persetujuan prinsip atau surat izin penyelidikkan pendahuluan”.

Menurut Mahkamah, adanya pergantian UU tidak boleh menimbulkan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (3) juncto Pasal 22A UUD 1945, pembentuk UU dalam UU Minerba membuat ketentuan peralihan sebagai penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah ada pada saat Peraturan Perundang-undangan baru mulai berlaku.
Dalam kasus tersebut, lanjut Mahkamah, jika tidak ada ketentuan peralihan, justru merugikan para Pemohon, karena terhadap para Pemohon diberlakukan lelang. Padahal para Pemohon telah mengajukan permohonan kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (KK/PKP2B) sebelum UU Minerba dibentuk. Lagi pula, permohonan KK/PKP2B yang diajukan oleh para Pemohon telah direspons oleh pemerintah. Dengan demikian dalil para Pemohon yang menyatakan Pasal 172 UU Minerba bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, tidak beralasan hukum.
Beda Pendapat
Sidang Pleno MK terbuka untuk umum ini dilaksanakan oleh tujuh hakim konstitusi, yaitu Moh. Mahfud MD., selaku ketua merangkap anggota, Achmad Sodiki, Maria Farida Indrati, Ahmad Fadlil Sumadi, Muhammad Alim, Harjono, dan M. Akil Mochtar masing-masing sebagai anggota.
Dari delapan hakim konstitusi yang memutus perkara ini dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), terdapat satu hakim mengambil posisi berbeda pendapat (dissenting opinion) yaitu Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar.
Menurut Akil, sebagai ketentuan peralihan, Pasal 172 UU Minerba tidak menjamin kepastian hukum bagi kesinambungan hak para Pemohon yang telah mengajukan permohonan. Lebih lanjut Akil menyatakan, Pasal 172 UU Minerba sepanjang frasa ,”...paling lambat 1 (satu) tahun...”, telah bersifat retroaktif. Padahal seyogianya pemberlakuan suatu ketentuan hukum positif untuk mewujudkan prinsip negara yang berdasarkan hukum, harus memuat asas tidak berlaku surut (non-retroaktif), sesuai dengan Pasal 28I Ayat (1) UUD 1945.
“Oleh karenanya semua aturan hukum hanya berlaku ke depan (prospektif). Dengan demikian, menurut saya, ketentuan Pasal 172 Undang-Undang a quo harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tandas Akil. (Nur Rosihin Ana/mh)
 

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More