Rabu, 27 Oktober 2010

UU Minerba Untungkan Pemilik Modal Besar

Teguh Pamuji, Staf Ahli Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dalam Sidang uji materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), Rabu (27/10).
Jakarta, MKOnline - Sidang uji materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (27/10) pagi, diruang sidang Pleno MK. Agenda sidang adalah mendengarkan keterangan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, dalam persidangan kali ini tidak dihadiri DPR.

Dalam Panel Khusus yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Achmad Sodiki tersebut, hadir para Pemohon yang diwakili para kuasanya. Ada tiga Pemohon dengan nomor perkara yang berbeda, yakni: Pemohon dengan nomor perkara 25/PUU-VIII/2010, 30/PUU-VIII/2010, serta 32/PUU-VIII/2010. Beberapa Pemohon tersebut adalah para penambang, organisasi penambang serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mereka diantaranya: Fatriansyah Aria, Fahrizah, APTI, ASTRADA Prov. Kepulauan Bangka Belitung, WALHI, PBHI, KPA, KIARA, Solidaritas Perempuan, Nur Wenda dkk.

Dalam permohonannya, pada intinya, para Pemohon menyatakan, beberapa pasal pada UU Minerba lebih cenderung menguntungkan para investor asing serta pemilik modal besar. Sedangkan, penambang rakyat ataupun penambang bermodal kecil, kurang atau bahkan tidak dijamin dan dilindungi oleh UU Minerba untuk bisa menjalankan usaha secara adil. Oleh karena itu, UU  Minerba, menurut Pemohon, dianggap telah diskriminatif.

Menurut Dharma Sutomo, salah satu kuasa Pemohon (perkara no. 30), mengungkapkan, pada UU Minerba terdapat persyaratan-persyaratan yang tidak mungkin dipenuhi oleh para penambang (bermodal) kecil. “Persyaratan tersebut tidak realistis dan rasional,” pungkasnya. Salah satu syarat yang ditentukan adalah memiliki lahan minimal 5 ribu hektar. Pada praktiknya, ketentuan ini sangat sulit dipenuhi para penambang dengan modal kecil.

Menurut para Pemohon, setidaknya Pasal 6 ayat 1 huruf e jo Pasal 9 ayat (2); Pasal 10 huruf b; Pasal 22 huruf f; Pasal 38; Pasal 52 ayat (1); Pasal 55 ayat (1); Pasal 58 ayat (1); Pasal 61 ayat (1); Pasal 75 ayat (4); Pasal 172; serta Pasal 173 ayat (2) UU Minerba telah bertentangan dengan Konstitusi, terutama dengan pasal-pasal yang berkaitan dengan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dan keadilan ekonomi.

Kuasa Pemohon lainnya (perkara no. 32), Asep Yunan Firdaus, menyatakan, pasal-pasal pada UU Minerba telah memungkinkan hilangnya hak-hak konstitusional warga negara. “Pasal-pasal tersebut berpotensi mengurangi hak yang telah dijamin oleh konstitusi,” tegas Asep yang juga Ketua Tim Advokasi Hak Atas Lingkungan.

Asas Partisipatif
Sebaliknya, dalam keterangannya, Pemerintah menyatakan, pengaturan dalam UU Minerba malah dimaksudkan untuk melindungi para pengusaha kecil/rakyat serta menjamin kepastian hukum. Menurut Pemerintah, dalam hal persaingan usaha, UU Minerba telah memberikan kedudukan yang sama dan adil bagi para pengusaha, baik kecil maupun besar. “Salah satu asas dalam UU Minerba adalah pastisipatif,” ujar Pemerintah. Pemerintah juga menyatakan, “Dibuka seluas-luasnya sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.”

Begitu pula terkait adanya lelang dalam pengelolaan lahan tambang. Menurut Pemerintah, sistem lelang sama sekali tidak bermaksud untuk menghalang-halangi ataupun menghadap-hadapkan pengusaha kecil dengan pengusaha besar. Dan, perlu diketahui, lanjut Pemerintah, usaha tambang merupakan usaha yang memiliki resiko tinggi serta membutuhkan modal yang tidak sedikit. “Solusinya adalah, salah satunya, badan usaha kecil dapat menggabungkan usahanya untuk ‘melawan’ badan usaha besar,” ungkap salah satu juru bicara Pemerintah. “Usaha tambang memang high risk dan high technology,” tegasnya.

Pada kesempatan itu, Pemerintah banyak mendapat pertanyaan dari Majelis Hakim. Para Hakim Konstitusi banyak menyoroti tentang beberapa ketentuan dalam UU Minerba yang memang dirasakan lebih menguntungkan para pengusaha asing dan pemodal besar. “Cenderung neolib,” ungkap Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi, saat meminta penjelasan pada Pemerintah. (Dodi/mh).
 
Sumber:

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More