Senin, 01 November 2010

UU Perkebunan Bertentangan dengan Prinsip-Prinsip Negara Hukum

Kuasa Pemohon Wahyudi Djafar (kiri) dan Wahyu Wagiman (kanan) dalam persidangan uji materi terhadap Pasal 21 jo Pasal 47 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, Jakarta (1/10).
Jakarta, MKOnline - Frasa “tindakan lainnya yang mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan” adalah frasa yang  tidak clear serta telah (atau setidaknya berpotensi) digunakan secara sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Demikian dinyatakan oleh Kuasa Hukum Pemohon dengan nomor perkara 55/PUU-VIII/2010, Wahyu Djafar, pada Senin (1/11) di ruang sidang Panel MK.


Perkara tersebut berkaitan dengan uji materi terhadap Pasal 21 jo Pasal 47 ayat (1) dan (2)  Undang-Undang No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Pasal tersebut sepenuhnya berbunyi, “Setiap orang dilarang melakukan tindakan yang berakibat pada kerusakan kebun dan/atau aset lainnya, penggunaan tanah perkebunan tanpa izin dan/atau tindakan lainnya yang mengakibatkan tergenggunya usaha perkebunan.”


Menurut Pemohon, pihaknya telah melakukan perbaikan sesuai saran dan masukan yang diberikan oleh Panel Hakim pada persidangan sebelumnya, Selasa (12/10). Kuasa Pemohon menyampaikan, perbaikan dilakukan pada dua hal, yakni pertama,  terkait identitas atau legal standing Pemohon dan yang kedua, pada alasan permohonan. “Pemohon I, III dan IV adalah warga negara Indonesia yang mempunyai tanah berdekatan dengan wilayah perkebunan. Sedangkan Pemohon II adalah Sekjend Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kabupaten ketapang, Kalimantan Barat,” papar salah satu kuasa Pemohon, Wahyu .


Sedangkan terkait alasan permohonan, Pemohon mengungkapkan, frasa tersebut selain berpotensi disalahgunakan, juga telah melanggar prinsip-prinsip negara hukum. Menurut Wahyudi, dalam sebuah negara hukum, setidaknya harus terwujud tiga prinsip, yakni kepastian hukum, kemanfaatan, dan generality (berlaku umum). Dan, kalaupun ada pertentangan-pertentangan didalam pelaksanaannya, lanjut Wahyudi, seharusnya berjalan secara simultan antara prinsip yang satu dengan yang lainnya.


Frasa ‘tindakan lainnya yang mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan’, menurut Wahyudi, tidak memenuhi unsur atau prinsip-prinsip negara hukum secara simultan. “Dia (baca: rumusan tersebut) hanya mengikuti prinsip generality,” tegas Wahyudi, “tidak memenuhi prinsip predictability, transparansi, dan legalitas.”


Setelah mendengarkan penjelasan para kuasa Pemohon, Panel Hakim mengajukan beberapa pertanyaan dan pertimbangan yang perlu diperhatikan oleh Pemohon dalam merumuskan permohonannya. Ketua Panel Hakim Ahmad Fadlil Sumadi serta Anggota Panel Achmad Sodiki, menyampaikan perlunya Pemohon untuk lebih mempertegas dan memperjelas dalil-dalilnya. Khususnya, terkait hubungan rumusan pasal yang diuji dengan penjelasannya. Selain itu, Fadlil juga mempersoalkan permohonan yang tidak ditandatangani beberapa kuasa Pemohon. “Ini penting, tolong diperhatikan,” tegasnya. (Dodi/mh) 


Sumber:
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInternalLengkap&id=4709

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More