Senin, 01 November 2010

Ditolak Ajukan Saksi Mega, JK, Kwik dan SBY, Yusril Uji Materi KUHAP

Yusril Ihza Mahendra dalam persidangan uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (1/11).
Jakarta, MKOnline - Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dimohonkan untuk diuji Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (1/11), di Ruang Sidang Panel MK. Kepaniteraan MK meregistrasi perkara dengan nomor 65/PUU-VIII/2010 yang dimohonkan oleh Mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra.

Dalam pokok permohonannya, Yusril mengemukakan bahwa hak konstitusionalnya terlanggar akibat berlakunya KUHAP, terutama Pasal 1 angka 26 dan 27, Pasal 116 ayat (3) dan (4) serta Pasal 184 ayat (1) huruf a. Menurut Yusril, pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 terutama Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2), (4), dan (5), serta Pasal 28C ayat (1).  Pasal 1 angka (26) dan (27) UU KUHAP menyatakan bahwa “26. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri; 27. Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu”. Sementara Pasal 65 UU KUHAP menyebutkan bahwa “Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya”. 

Sedangkan Pasal 116 ayat (3) dan (4) menyatakan bahwa “(3) Dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki didengarnya saksi yang dapat menguntungkan baginya dan bilamana ada maka hal itu dicatat dalam berita acara; (4) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi tersebut”. Pasal 184 ayat (1) huruf a menyatakan bahwa “(1) Alat bukti yang sah ialah : a. keterangan saksi…”.

“Pemohon telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus akses fee dan Penerimaan Negara Bukan Pajak Sistem Administrasi Badan Hukum (PNPB Sisminbakum). Oleh penyidik, lanjut Yusril, Pemohon ditanyakan apa akan mengajukan saksi? Lalu, Pemohon mengajukan empat orang saksi, yakni Megawati Soekarnoputri, Jusuf Kalla, Kwik Kian Gie, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Tapi semua saksi yang diajukan pemohon ditolak oleh Kejaksaan dengan alasan tidak relevan dengan tindak pidana yang disangkakan kepada Pemohon. Landasan hukum yang digunakan Penyidik adalah Pasal 1 angka 26 dan angka 27 serta Pasal 116 ayat (3) dan (4) UU KUHP,” urainya.

Yusril menjelaskan saksi yang diajukan olehnya bukan saksi yang mengada-ada atau mengesankan bahwa ia mempolitisir kasus yang disangkakan kepadanya. Menurut Yusril, saksi yang diajukan untuk meringankannya tak lain adalah rekan-rekannya sendiri sebagai anggota kabinet pada waktu itu. “Megawati yang saat itu menjabat sebagai wakil presiden meresmikan Sisminbakum belum menolak di depan publik untuk bersaksi. Kemudian, saya agak heran dengan Penyidik karena dua dari saksi yang akan saya ajukan, yakni Jusuf Kalla dan Kwik Kian Gie sudah bersedia untuk bersaksi,” ujarnya.

Dalam petitumnya, Yusril memohon agar definisi tidak dibatasi pengertiannya sesuai kualifikasi saksi dan keterangan saksi pada Pasal 1 angka 26 dan angka 27 serta Pasal 116 ayat (3) dan (4). “Pemohon juga meminta kepada Mahkamah agar menyatakan putusan ini berimplikasi bagi penyidik untuk tidak berhak menilai dan menolak saksi yang diajukan oleh Pemohon,” paparnya.

Menanggapi permohonan Pemohon, Ketua Hakim Panel Harjono menyarankan kepada Pemohon untuk menjelaskan secara spesifik kerugian konstitusional Pemohon yang dijamin oleh UUD 1945. “Pemohon tadi menyebutkan beberapa hak konstitusional Pemohon yang dijamin tujuh pasal dalam UUD 1945, di antaranya Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2), (4), dan (5), serta Pasal 28C ayat (1). Sekarang Pemohon harus menguatkan kerugian konstitusional yang dialami Pemohon per pasal yang Pemohon sebutkan tadi. Semua ini merupakan proses untuk meyakinkan hakim konstitusi bahwa memang Pemohon mengalami kerugian konstitusional,” ujar Harjono. 

Sementara Ketua MK Moh. Mahfud MD mengingatkan bahwa Pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. “Tapi kalau Pemohon sudah menyelesaikan perbaikan permohonan itu dalam waktu 2 – 3 hari, tidak apa-apa dan bisa langsung diserahkan kepada Kepaniteraan MK agar bisa dilakukan sidang perbaikan permohonan,” saran Mahfud. (Lulu Anjarsari/mh)


Sumber:

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More