Kamis, 05 Mei 2011

PUU Advokat: Ahli Nyatakan Wadah Tunggal Konstitusional

Jakarta, MKOnline - Tujuan pembentukan Undang-Undang No. 18/2003 tentang Advokat adalah untuk mewujudkan organisasi advokat yang kuat dan mandiri. Karena, advokat setara dengan para penegak hukum lainnya, seperti polisi, jaksa dan hakim. Oleh karenannya, pengangkatan advokat diserahkan kepada organisasi advokat. “Agar tidak ada intervensi oleh negara,” ujar Yusril Ihza Mahendra dalam sidang mendengarkan keterangan ahli, Kamis (5/5) siang, di ruang sidang Pleno MK. Selain Yusril, hadir pula ahli lainnya: Abdul Hakim Garuda Nusantara dan Fajrul Falaakh.

Sedangkan terkait Pasal 28 UU Advokat, menurut Yusril, menyebutkan dibentuk organisasi advokat dengan huruf o dan a besar (huruf kapital). Dan itu artinya, lanjut Yusril, merupakan sebuah nama. Jadi, bukanlah kata biasa ataupun genus. Sedangkan sekarang, faktanya, tidak ada satupun organisasi advokat dengan nama Organisasi Advokat sebagaimana maksud dari rumusan tersebut. Yang ada malah nama-nama organisasi advokat lainnya, seperti Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) atau Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Ia tidak memungkiri bahwa dengan begitu pasal tersebut dapat dikatakan multitafsir. Ia pun kemudian berpendapat, jika memang pasal tersebut multitafsir, namun hal itu tidak otomatis menjadikan pasal tersebut inkonstitusional. “Bisa inkonstitusional, tapi tergantung pada kondisi-kondisi tertentu,” ungkapnya. Jika memang ada perdebatan tentang tafsir mana yang benar, kata Yusril, serahkan saja kepada Mahakamah Konstitusi untuk menentukan tafsir mana yang konstitusional.

Kemudian, berkaitan dengan pewadahtunggalan (organisasi) profesi advokat, menurut Yusril, tidaklah melanggar hak asasi manusia. Karena, berdasarkan Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945, pembatasan hak dapat dilakukan dengan mengaturnya dalam sebuah Undang-Undang. Dan, ia juga menegaskan, organisasi profesi advokat tidaklah sama dengan organisasi kemasyarakatan (ormas). Sehingga, menurutnya, organisasi profesi, dalam hal ini organisasi advokat, tidaklah tunduk pada UU tentang ormas. “Organisasi advokat tidak perlu pendaftaran atau pengakuan seperti ormas,” tegasnya.

Hampir senada dengan pendapat itu, Fajrul Falaakh bependapat, Pasal 28 UU Advokat akan inkonstitusional jika frasa satu-satunya dimaknai dengan mengharuskan pembubaran organisasii advokat lainnya. Atau, jika melarang advokat untuk ikut salah satu organisasi advokat yang ada. Manurutnya, meskipun advokat sebenarnya boleh membentuk organisasi, namun untuk organisasi advokat yang memiliki kewenangan regulator sebaiknya cukup satu saja.

Sedangkan Abdul Hakim Garuda Nusantara, berpendapat, pewadahtunggalan profesi advokat tidaklah bertentangan dengan konstitusi. Menurutnya, ketentuan dalam UU Advokat merupakan siasat pembentuk UU dalam mengombinasikan kebutuhan ideal dengan realita sosial. Di mana, UU Advokat bermaksud untuk menyeimbangkan antara menjaga profesi advokat sesuai standardisasi ideal dengan tetap memandang realita banyaknya profesi advokat yang telah ada.

Ia juga menegaskan, dalam UU Advokat, tidak ada pasal yang menyebutkan organisasi advokat harus didirikan melalui kongres. “Tidak ada satupun,” ujarnya. (Dodi/mh)

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInternalLengkap&id=5358

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More