Rabu, 13 April 2011

PUU Advokat: Ahli Nyatakan UU Advokat Konstitusional

Jakarta, MK Online - Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang 18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak bertentangan dengan konstitusi. Akan tetapi, Mahkamah sebaiknya tetap memberikan garis-garis besar terkait pewadahan (pembentukan organisasi) advokat di Indonesia. Demikian dinyatakan oleh Ahli Prof. J. E. Sahetapy. Pendapat ini disampaikan saat digelar sidang pengujian undang-undang Advokat Rabu (13/4) di ruang sidang Pleno MK.
Selain itu, Sahetapy berpandangan, Pasal 32 Ayat (4) masih belum jelas dan tegas. ”Obscuur libel,” ujarnya. Oleh karenanya ia menyarankan, nantinya, MK memberi rambu-rambu terkait pengaturan pembentukan organisasi advokat. Dan, jika kelak MK memutuskan bahwa satu wadah organisasi advokat adalah konstitusional, maka konsekuensinya organisasi-organisasi advokat yang saat ini ada harus membubarkan diri. 
Sahetapy juga menekankan pentingnya menjaga integritas moral dan etika bagi para advokat dalam menjalankan profesinya. Menurutnya, kisruh yang terjadi saat ini lebih disebabkan oleh rendahnya etika sebagian advokat. Tak ada gunanya satu wadah ataupun banyak, jika advokatnya sendiri masih memikirkan kepentingan masing-masing. Ia mengistilahkan, akan selalu ada ‘kutu loncat’ jika moralitas para advokat masih seperti sekarang.
Pada kesempatan yang sama, Pihak Terkait, sempat menghadirkan tiga saksinya. Hadir saat itu sebagai saksi, Zakirudin Chaniago, Desmaniar, dan Deny Kailimang. Dalam kesaksiannya, Zakirudin yang juga adalah Vice President KAI, menerangkan bahwa pernah terjadi kesepakatan antara KAI dengan Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia). Hasilnya, ujarnya, telah disepakati delapan butir rekomendasi. Salah satu rekomendasinya adalah membentuk wadah tunggal yang  akan dibahas lebih lanjut dalam Musyawarah Nasional (Munas) bersama. Munas nantinya juga akan menetapkan pimpinan organisasi tersebut.
Namun dalam perkembangannya, menurut Zakirudin, kesepakatan yang telah dicapai tersebut  disimpangi. Hingga akhirnya, pada saat pertemuan di Mahkamah Agung, yang rencanannya adalah untuk melakukan penandatanganan dan pengesahan kesepakatan, malah berujung ricuh. “Hasilnya masih jauh panggang dari api. Karena masing-masing masih merasa benar sendiri dan masih mengedepankan egonya masing-masing,” tuturnya.
Sedangkan saksi lainnya, Deny Kailimang, menjelaskan tentang sejarah pembentukan Peradi. Menurutnya, Peradi dibentuk oleh seluruh advokat dan delapan organisasi advokat. Delapan organisasi itu adalah Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI).
Seluruh organisasi advokat tersebut akhirnya membentuk Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI). Seanjutnya, disepakati untuk membahas pembentukan wadah organisasi pada Munas masing-masing organisasi. “Sesuai dengan mekanisme dalam Anggaran Dasar mereka,” jelas Deny. Hingga akhirnya terbentuklah Peradi. Oleh karena itu, menurutnya, pembentukan Peradi, telah sesuai dengan UU Advokat.
Untuk membuktikan hal itu, Mahkamh meninta kepada para pihak untuk melampirkan seluruh AD/ART (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga) seluruh organisasi advokat yang ada saat ini. Selain itu, bukti-bukti lain yang mengungkapkan bahwa Munas terkait pembentukan Peradi benar-benar dilaksanakan.
Sementara itu, Desmaniar, menuturkan bahwa dirinya telah terenggut haknya karena berlakunya UU Advokat. Ia berpendapat, telah diperlakukan secara sewenang-wenang oleh Dewan Kehormatan Peradi Pekanbaru. Menurutnya, pencabutan dia sebagai advokat oleh DK Pekanbaru telah menghilangkan mata pencahariannya sebagai advokat. Proses pencabutan tersebut, menurut dia, cacat prosedur.
Oleh sebab itu, Desmaniar menganggap, dengan adanya rumusan yang menyatakan bahwa organisasi advokat hanya satu, maka akan menutup kesempatan bagi dirinya untuk memperjuangkan haknya. Dengan kata lain, jika ada organisasi advokat yang bertindak sewenang-wenang, maka tidak ada jalan lain untuk membela diri. “Kemana saya harus mengadu? Kalau wadahnya tunggal,” tegasnya. Adapun alasan DK Peradi saat itu, karena Desmaniar telah melanggar kode etik. Desmaniar dianggap menerima dua kuasa dari pihak yang saling bersengketa.
Untuk sidang selanjutnya, akan digelar Senin (25/4) di ruang sidang MK. Rencanannya, Pihak Terkait akan menghadirkan dari Law Society dan International Bar Asociation (IBA) dalam persidangan (Dodi/mh)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More