Senin, 11 April 2011

Tidak Beralasan Hukum, Permohonan Ketua dan Anggota KPU Kota Manado Ditolak

Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak untuk seluruhnya permohonan yang diajukan oleh Ketua dan Anggota KPU Kota Manado. Demikian amar putusan yang dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD dengan didampingi oleh delapan hakim konstitusi lainnya, Senin (11/4), di Ruang Sidang Pleno MK. Dolfie Daniel Angkouw, Lucky Aldrin Senduk, Franciscus Daniel Sompie, Suardi Hamzah, dan Donald Kagel Monintja tercatat sebagai Pemohon perkara yang teregistrasi dengan Nomor 36/PUU-VIII/2010.

Dalam provisi, Mahkamah memutuskan menolak permohonan provisi yang dimohonkan oleh Pemohon. Mahkamah menyatakan permohonan provisi yang diajukan para Pemohon adalah tidak tepat menurut hukum karena beberapa alasan. Pertama, dalam pengujian undang-undang (judicial review), putusan Mahkamah hanya menguji norma abstrak, tidak mengadili kasus konkret seperti adanya pengambilalihan kewenangan penyelenggaraan Pemilukada oleh KPU Provinsi Sulawesi Utara kepada KPU Kota Manado.

”Kedua, putusan Mahkamah bersifat prospektif sesuai dengan ketentuan Pasal 58 UU MK serta Pasal 38 dan Pasal 39 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang, sehingga apa pun amar putusan Mahkamah dalam perkara a quo tidak berlaku surut terhadap perkara konkret yang sudah berlangsung. Dalam hal ini Pemilukada Kota Manado sudah terselenggara pada 3 Agustus 2010 sehingga permohonan para Pemohon untuk menghentikan proses Pemilukada di Kota Manado menjadi tidak relevan,” ujar salah satu hakim konstitusi.

Dalam pokok permohonannya, para Pemohon memiliki penafsiran yang berbeda atas Pasal 235 ayat (2) UU 12/2008 yang membuat para Pemohon kehilangan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil sebagaimana dijamin oleh Pasal 28D ayat (1), Pasal 18 ayat (4), dan Pasal 22E ayat (5) UUD 1945. Menurut Mahkamah, perbedaan penafsiran ini bukan merupakan bagian dari isu konstitusionalitas norma. Demikian juga para Pemohon tidak diperlakukan diskriminatif dengan dinon-aktifkannya para Pemohon sebagai Ketua dan Anggota KPU Kota Manado, namun lebih merupakan isu kebijakan (policy) dan implementasi dalam menjalankan Undang-Undang.

“Para Pemohon yang dinonaktifkan/diberhentikan sebagai anggota KPU bukan merupakan persoalan pelanggaran atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, melainkan merupakan sengketa administrasi, sehingga Mahkamah tidak akan mempertimbangakan pertentangan Pasal 235 ayat (2) Undang-Undang a quo dengan pasal-pasal lain dari UUD 1945,” urai salah satu hakim konstitusi.

Selain itu, para Pemohon mendalilkan Pasal 5 ayat (1) UU 22/2007 yang menyatakan bahwa KPU bersifat hierarkis bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dengan alasan sifat hierarkis KPU hanya berlaku pada penyelenggaraan Pemilu DPR, DPD, DPRD dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan bukan pada Pemilukada. Adapun untuk penyelenggaraan Pemilukada, Pasal a quo harus ditafsirkan konstitutional bersyarat mengingat adanya tugas dan fungsi khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (4) UUD 1945. para Pemohon tidak menjelaskan tentang kerugian konstitusionalnya yang diakibatkan oleh berlakunya Pasal 5 ayat (1) UU 22/2007. Pasal a quo hanya menentukan bahwa kedudukan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota bersifat hierarkis. Oleh karena para Pemohon menggunakan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sebagai batu uji, Mahkamah berpendapat Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 adalah dua pasal yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang menyangkut persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, serta pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil yang tidak ada sangkut pautnya dengan masalah hierarkisnya KPU dan kerugian yang diderita oleh para Pemohon yang dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Ketua dan Anggota KPU Kota Manado.

“Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum di atas, Mahkamah tidak mempertimbangkan pertentangan Pasal 5 ayat (1) UU 22/2007 dengan pasal-pasal UUD 1945. Dengan demikian permohonan para Pemohon tidak beralasan hukum,” urainya.

Oleh karena itu, dalam konklusi yang dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD, Mahkamah menyimpulkan bahwa permohonan provisi para Pemohon tidak beralasan hukum dan dalil-dalil para Pemohon dalam pokok permohonan tidak beralasan hukum. “Mahkamah menyatakan dalam provisi, menolak permohonan provisi para Pemohon. Dalam pokok perkara, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Mahfud membacakan amar putusan. (Lulu Anjarsari/mh)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More