Jumat, 08 April 2011

Uji UU Pensiun, Pemohon Belum Lengkapi Syarat Formil

Jakarta, MKOnline - Undang-Undang (UU) 21/1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai diujikan MK, Jumat (8/4/2011) pukul 13.30 wib. Pemohon pengujian UU ini adalah Hasanuddin Shahib, Kusnendar Atmosukarto, dan Suharto.

Para Pemohon menyoal Pasal 2 huruf a dan b UU a quo yang dinilai merugikannya. Pasal ini mengatur tentang pembiayaan pensiun. Bunyinya, “Pensiun-pegawai, pensiun-janda/duda dan tunjangan-tunjangan serta bantuan-bantuan di atas pensiun yang dapat diberikan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini: a) bagi pegawai negeri/bekas pegawai negeri yang terakhir sebelum berhenti sebagai pegawai negeri atau meninggal dunia, berhak menerima gaji atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, menjelang pembentukan dan penyelenggaraan suatu Dana Pensiun yang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah; dibiayai sepenuhnya oleh Negara, sedangkan pengeluaran-pengeluaran untuk pembiayaan itu dibebankan atas anggaran termaksud; b) bagi pegawai negeri/bekas pegawai negeri yang tidak termasuk huruf a di atas ini, dibiayai oleh suatu dana pensiun yang dibentuk dengan dan penyelenggaraannya diatur dengan Peraturan Pemerintah”.

UU yang sama sebenarnya juga sedang diujikan di MK, namun dengan pasal dan nomor registrasi yang berbeda. Pemohon sebelumnya adalah Widodo Edy Budianto, yang merupakan Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Administrator Pelabuhan Tegal, yang mengujikan Pasal 9 ayat (1) huruf a. Perkara Widodo teregistrasi dengan No. 7/PUU-IX/2011.

Dalam persidangan, para Pemohon menjelaskan Keputusan Direksi PT Telkom Bandung telah merugikan mereka sebagai pensiunan. Ketiga Pemohon ini memang berstatus sebagai pensiunan perusahaan pelat merah tersebut.

Majelis Hakim Panel yang diketuai Achmad Sodiki dengan didampingi Hamdan Zoelva dan Muhammad Alim, menilai apa yang dimohonkan masih harus banyak diperbaiki. “Majelis akan manasehati, nasehat hakim ini untuk menjadi petunjuk bagi Pemohon dalam perbaikan permohonannya. Susunan permohonan belum benar, anda bisa minta tolong ke Panitera Pengganti untuk diberi contoh yang benar,” kata Sodiki.

Mengenai permohonan, Sodiki menjelaskan bahwa MK menguji norma. Hakim yang juga guru besar Univ. Brawijaya ini masih melihat materi yang dilampirkan berupa Surat Keputusan (SK) tentang putusan pensiun, tidak tepat untuk dijadikan alat bukti. “SK-SK itu adalah suatu putusan administratif, jika SK merugikan Bapak, sasarannya bukan ke sini, tapi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN),” tutur Sodiki.

Sementara itu, Muhammad Alim dalam sidang pemeriksaan pendahuluan ini juga menasehati agar kewenangan MK disebutkan dalam permohonan. “Legal standing saudara juga harus dijelaskan, pasal mana yang Bapak tuju, di halaman 3 tertulis ‘apa yang dilakukan Direksi PT Telkom bertentangan dengan UU. Itu tindakan nyata, jadi bukan pasalnya yang merugikan saudara,” katanya.

Alim menegaskan, permohonan yang diajukan belum memenuhi syarat formil permohonan, jadi harus diperbaiki. Selain itu, identitas Pemohon juga harus dilengkapi ulang. (Yazid/mh)

http://mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.BeritaInternalLengkap&id=5237

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More