Rabu, 06 April 2011

Uji Materi UU Tenaker: SPM Hotel Papandayan Bukan Badan Hukum, Pemohon Ubah Kedudukan Hukum

Jakarta, MKOnline - Uji konstitusionalitas materi UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Tenaker) kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (6/4/2011) pagi. Dalam persidangan perkara Nomor 19/PUU-IX/2011 dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan ini, Pemohon melakukan perubahan cukup fundamental, khususnya mengenai kedudukan hukum (legal standing) Pemohon.
Semula Pemohon mengambil kedudukan hukum sebagai Serikat Pekerja Mandiri (SPM) Hotel Papandayan Bandung. Setelah mendengar nasihat dan arahan Panel Hakim pada sidang pemeriksaan pendahuluan (11/3) lalu, pada persidangan kali ini Pemohon mengambil posisi hukum sebagai perorangan warga negara Indonesia. Pemohon beralasan SPM Hotel Papandayan bukan sebuah badan hukum. “Pada hari ini kami tidak lagi memakai Serikat Pekerja, karena Serikat Pekerja bukan badan hukum,” kata Pemohon Asep Ruhiyat.
Sementara itu, Anggota Panel Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar kembali mengritisi tuntutan permohonan (petitum) Pemohon. Pada petitum poin 4, Pemohon meminta pemulihan hak-hak konstitusionalnya, yaitu hak untuk bekerja dan mendapatkan imbalan di Hotel Papandayan Bandung. Menurut Akil, permintaan seperti itu tidak dapat dilakukan oleh Hakim MK dalam pengujian UU. “Mahkamah tentu tidak dapat menentukan itu, terkecuali menyatakan bahwa norma pasal yang diuji itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” terang Akil. Kemudian, terkait dengan pengembalian hak, Akil menyarankan Pemohon menempuh jalur hukum di luar MK.
Lebih lanjut Akil membuat tamsil untuk mempermudah pemahaman Pemohon sekaligus menghindari salah persepsi mengenai permohonan pengujian UU di MK. “Seandainya permohonan ini dikabulkan oleh Mahkamah, tentu Mahkamah hanya menyatakan bahwa norma yang ada di dalam Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan dia tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Jadi Pasal itu mati sudah, maka dia mengikat seluruh stakeholder, baik perusahaan maupun pekerja di seluruh Indonesia,” lanjut Akil.
Sebagaimana persidangan sebelumnya (11/3/2011), tiga orang karyawan yang mengalami PHK Hotel Papandayan Bandung, yaitu Asep Ruhiyat, Suhesti Dianingsih, dan Bambang Mardiyanto, dalam permohonannya merasa hak konstitusionalnya yang dijamin oleh Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 terlanggar akibat berlakunya Pasal 164 ayat 3 UU Tenaker. Pasal 164 ayat (3) UU Tenaker menyatakan, “Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tehadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 Ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 Ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 Ayat (4).  
Pemohon mendalilkan Hotel Papandayan tempat pemohon bekerja, melakukan renovasi untuk meningkatkan kualitas hotel dari bintang empat menjadi bintang lima. Namun, renovasi gedung yang dilakukan berakibat di-PHKnya karyawan Hotel Papandayan. (Nur Rosihin Ana/mh)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More