Jumat, 31 Agustus 2012

UU Pemda Hambat Pemberantasan Korupsi

Pemberantasan tindak pidana korupsi terganggu dengan adanya penafsiran lain dari makna Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Jika pemaknaan ini dibiarkan, maka akan mengambat penegakan hukum khususnya di bidang korupsi.
Pasal 30 Ayat (1) menyatakan: “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila dinyatakan melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan.”
Pasal 30 Ayat (2) menyatakan: “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Demikian permohonan dengan registrasi perkara Nomor 75/PUU-X/2012 ihwal uji materi UU Pemda yang diajukan oleh Zainal Arifin Mochtar dan Feri Amsari, serta Indonesia Corruption Watch (ICW). Feri dkk mendalilkan, meskipun seorang kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dijatuhi hukuman kurang dari 5 tahun, tetapi tindak pidana yang dilakukannya diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, yang bersangkutan tetap diberhentikan sementara (bila belum berkekuatan hukum tetap) dan diberhentikan secara permanen (bila sudah berkekuatan hukum tetap)”.
Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemda merupakan hal yang sama berlaku dalam berbagai ketentuan UU. Di antaranya Pasal 51 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, Pasal 5 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta Pasal 58 huruf f ayat UU Pemda, yang kesemuanya tercermin dalam frasa “....melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih”.
Pemaknaan keliru yang berkembang menurut para pemohon yaitu: “hanya kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diancam dengan ancaman pidana paling singkat 5 (lima) tahun saja yang dapat diberhentikan. Sedangkan bila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah tersebut diancam dengan hukuman paling singkat selain 5 (lima) tahun, yang bersangkutan tidak dapat diberhentikan, meskipun hukuman maksimal bagi tindak pidana yang dilakukannya lebih dari 5 (lima) tahun.” Para Pemohon menyontohkan kasus Agusrin M. Najamuddin, Gubernur Bengkulu yang telah divonis bersalah oleh Mahkamah Agung karena melakukan tindak pidana korupsi.
Oleh karena itu menurut para Pemohon, ketentuan dalam UU Pemda tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) yang menyatakan: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
Para Pemohon melalui kuasanya, Donal Fariz dkk, kembali hadir di Mahkamah Konstitusi, Jum’at (31/8/2012) pagi untuk menjalani sidang dengan agenda perbaikan permohonan. Pada kesempatan ini, Donal menyampaikan perbaikan pada petitum permohonan sebagaimana nasihat hakim pada persidangan sebelumnya.
Adapun perbaikan petitum yaitu meminta Mahkamah agar menerima dan mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. Kemudian menyatakan Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemda adalah konstitusional sepanjang dimaknai ”berlaku untuk kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, berdasarkan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap”. Sebelum perbaikan, redaksi kalimat terakhir berbunyi “baik berdasarkan putusan pengadilan yang belum berkekuatan hukum tetap maupun putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap”. Terakhir, apabila Majelis Hakim pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai putusan lain, mohon putusan yang seadil-seadilnya (ex aequo et bono).
Sebelum mengakhiri persidangan, ketua panel hakim konstitusi Achmad Sodiki mengesahkan alat bukti pemohon. Para Pemohon mengajukan alat bukti P-1 sampai P-5 yang salah satunya berupa gugatan Agusrin M. Najamuddin kepada Presiden RI. (Nur Rosihin Ana).

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More