Rabu, 29 Agustus 2012

Ditha Wiradiputra: Pemisahan Hulu dan Hilir Bisnis Migas Sangat Merugikan

Monopoli merupakan suatu kondisi dimana pelaku usaha berada di dalam pasar yang tidak memiliki pesaing berarti. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, sama sekali tidak mengharamkan dilakukannya monopoli. Bahkan di dalam Pasal 51 UU Nomor 5 Tahun 1999 ditegaskan bahwa untuk cabang-cabang produksi yang penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak itu boleh dilakukan monopoli oleh BUMN, badan atau lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah.
“Ini menggambarkan bahwa sesungguhnya monopoli khususnya untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara masih diperbolehkan oleh Undang-Undang Persaingan Usaha.”
Pernyataan tersebut disampaikan Ditha Wiradiputra, dalam kapasitasnya sebagai ahli pemohon dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (29/8/2012) siang. Sidang kali keempat untuk perkara 65/PUU-X/2012 ihwal pengujian Pasal 1 angka 19, angka 23, angka 24, Pasal 6, Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, Pasal 44, Pasal 46, dan Pasal 63 huruf c UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas), beragendakan mendengarkan Keterangan Pemerintah, DPR dan Saksi/Ahli dari pemohon serta pemerintah.
Ditha melanjutkan, UU Persaingan Usaha adalah satu produk hukum yang sangat mengedepankan persaingan. Sebisa mungkin di dalam pasar harus dilakukan persaingan. Tetapi, untuk cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak, harus diberikan penegasan bahwa boleh dilakukan monopoli. “Sehingga menjadi janggal, menjadi aneh apabila ada suatu ketentuan yang lain khususnya yang mengatur mengenai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara kemudian hal tersebut boleh tidak dilakukan monopoli,” tambah Ditha Wiradiputra yang juga merupakan staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Mengenai pemisahan hulu dan hilir dalam penyelenggaran migas menurut Ditha, bagi posisi perusahaan pemisahan tersebut sangat tidak menguntungkan. Karena pemisahan hulu dan hilir menyebabkan terjadinya peningkatan biaya, dimana masing-masing akan terjadi mark up biaya dan meminta keuntungan.
Di negara maju khususnya di Amerika, perusahaan-perusahaan yang dianggap bermasalah harus dipecah karena dianggap merugikan. Pemecahan hulu dan hilir, pemecahan badan usaha merupakan suatu hukuman.
Pemisahan hulu dan hilir penyelenggaraan bisnis migas di Indonesia jelas sangat merugikan. “Terjadinya pemisahan itu jelas sangat tidak menguntungkan dan jelas juga akan menyebabkan tambahan biaya karena pihak yang menyelenggarakan sudah otomatis akan mengenakan biaya yang berbeda.”
Lain halnya misalnya suatu perusahaan dalam suatu rantai produksi dari perusahaan manufaktur, perusahan pengolahan, dan perusahaan distribusi. Jika perusahaan itu merupakan suatu bagian usaha, otomatis masing-masing bagian ini tidak akan mengambil keuntungan. Karena masing-masing tidak mengambil keuntungan output yang diperoleh konsumen, otomatis biayanya jauh lebih rendah dibandingkan misalnya penyelenggaraan tersebut dilakukan secara terpisah.
“Sangat disayangkan sekali kalau misalkan untuk sektor-sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak yang kita sangat berkepentingan untuk itu dan dilakukan pemisahan antara hulu dan hilir,” tandas Ditha.
Seperti diberitakan dalam persidangan sebelumnya, pengujian Pasal 1 angka 19, angka 23, angka 24, Pasal 6, Pasal 9 ayat (1), Pasal 10, Pasal 44, Pasal 46, dan Pasal 63 huruf c UU Migas UU Migas, ini diajukan oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) dan Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI). Menurut FSPPB dan KSPMI, ketentuan dalam pasal yang diujikan tersebut bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945.
Pasal 10 UU Migas menyatakan: “(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir. (2) Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat melakukan Kegiatan Usaha Hulu.”
Menurut pemohon, berlakunya Pasal 10 UU Migas telah memecah bentuk usaha sektor hulu dan hilir migas. Akibat berlakunya Pasal 10 UU Migas, PT. Pertamina Persero selaku BUMN dalam kegiatan usahanya harus membentuk anak perusahaan dengan spesifikasi kerja berbeda untuk mengelola industri hulu dan hilir. Ada sekitar 21 (dua puluh satu) anak perusahaan PT Pertamina Persero yang bergerak di bidang hulu dan hilir. Pemisahan sektor hulu dan hilir serta pembentukan anak-anak perusahaan Pertamina dalam praktek global justru sangat bertentangan dengan fenomena big is beautiful dalam menjalankan industri perminyakan yang notabene high capital, high technology dan high risk. (Nur Rosihin Ana)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More