Rabu, 08 Agustus 2012

DPR: Kerahasiaan Bank Jamin Kepastian Hukum

Lembaga perbankan memiliki posisi yang sangat strategis antara lain sebagai lembaga intermediasi atau lembaga yang menerima simpanan dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat. Untuk itu, dana yang diterima dari masyarakat harus dikelola secara hati-hati sehingga pemilik dana atau nasabah tidak khawatir tentang keamanan dan ketersediaan dananya bila dibutuhkan. Kemudian agar fungsi bank sebagai lembaga intermediasi dapat berjalan dengan baik maka dibutuhkan adanya kepercayaan masyarakat.
Dalam rangka mewujudkan kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan, perlu diciptakan suatu perangkat ketentuan perundang-undangan yang dapat menjamin kepastian hukum bagi setiap pihak yang terkait dengan kegiatan perbankan, baik itu pemilik, pengurus bank, maupun masyarakat (nasabah) yang diatur dalam UU Perbankan. Dalam Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan telah diatur mengenai kewajiban bagi bank dan pihak terafiliasi untuk merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Ketentuan pasal tersebut memberikan perlindungan keamanan dana nasabah yang dimilikinya sebagai harta benda hak milik pribadi yang disimpan di bank dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
“Dengan demikian, telah sejalan dengan ketentuan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 yang memberikan jaminan, perlindungan terhadap harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.”
Pernyataan dia atas disampaikan oleh anggota Komisi III DPR RI Nudirman Munir saat menyampaikan keterangan DPR RI terhadap pengujian Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan) di hadapan persidangan pleno Mahkamah Konstitusi, Rabu (8/8/2012) siang. Sidang kali ketiga untuk perkara 64/PUU-X/2012 ini beragendakan mendengarkan keterangan Pemerintah, DPR dan Saksi/Ahli dari Pemohon serta Pemerintah.
Nudirman lebih lanjut memaparkan, asas kerahasiaan bank merupakan rezim UU Perbankan. Sedangkan soal harta bersama (gono-gini) adalah termasuk rezim UU Perkawinan. Oleh karena itu, keduanya tidak dapat dipertentangkan. Apabila pihak bank melanggar ketentuan Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan mengenai wajib menjaga kerahasiaan bank, maka dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan ketentuan Pasal 47 UU Perbankan. Sedangkan mengenai harta bersama (gono-gini) yang disimpan di bank dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, dan/atau tabungan, baik atas nama suami maupun atas nama istri, maka masing-masing pihak sudah sepatutnya mengetahui akibat hukumnya yaitu masing-masing individu tidak dapat mengakses keterangan mengenai simpanannya.     
DPR beranggapan bahwa hal tersebut bukanlah persoalan konstitusional norma, melainkan persoalan penerapan norma, dimana suami-istri dapat saja sepakat bahwa untuk harta bersama yang disimpan di bank, dibuat dalam bentuk joint account, dimana masing-masing pihak dapat mengakses simpanannya. Atau sebaliknya, dapat sepakat untuk menyimpan dana dengan atas nama masing-masing yang tentu saja akibat hukumnya masing-masing tidak dapat mengakses keterangan mengenai simpanannya. “Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 36 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan mengenai harta bersama, suami-istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak,” jelas Nudirman.
Untuk diketahui, uji materi UU Perbankan ini dimohonkan oleh Magda Safrina. Safrina yang mengajukan gugatan perceraian terhadap suaminya, dalam gugatannya mencantumkan sejumlah harta bersama (gono-gini). Harta yang diamaksudkan Safrina berupa tabungan dan deposito yang disimpan oleh dan atas nama suaminya di sejumlah bank di Kotamadya Banda Aceh dan Bank di Kabupaten. Namun, suami Safrina tidak mengakui adanya tabungan dan deposito yang diajukan Safrina. Bahkan Safrina tidak bisa mengintip saldo tabungan dan deposito suaminya karena bank-Bank tersebut tidak dapat mengeluarkan data nasabah dan simpanannya terkait rahasia bank.
Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan menyatakan: “(1) Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak terafiliasi.”
Menurut Safrina, Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan memberikan ruang bagi kepada salah satu pihak baik itu suami atau istri yang namanya terdaftar sebagai nasabah bank untuk menguasai dan mengalihkan sebagian dan atau sepenuhnya harta bersama yang diperoleh selama masa pernikahan tanpa diketahui oleh pihak lainnya. Hal ini menyebabkan pihak lain dapat kehilangan sebagian atau seluruh haknya atas harta bersama tersebut. Ketentuan dalam UU Perbankan tersebut, menurut Safrina, bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (2) Pasal 28H ayat (4), dan Pasal 28I UUD 1945. (Nur Rosihin Ana)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More