Selasa, 06 November 2012

Azyumardi Azra: Potensi Dana Zakat Memicu Tarik Menarik Kepentingan


Adanya judicial review Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (UUPZ) yang dimohonkan oleh kalangan Lembaga Amil Zakat (LAZ) mengisyaratkan masih terus berlangsungnya tarik-menarik kepentingan di antara berbagai lembaga yang bergerak dalam bidang zakat. Pada satu pihak, perkembangan LAZ independen yang terus bertambah dalam dua dasawarsa terakhir ini, merasa terancam oleh pasal-pasal dalam UUPZ. Di pihak lain terdapat Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang merupakan lembaga semi resmi yang mendapat dukungan DPR RI, Pemerintah, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Tarik-menarik kepentingan tersebut tidak dapat dilepaskan dari kepentingan menyangkut potensi dana yang sangat besar di tengah meningkatnya jumlah kelas menengah muslim.”
Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Dr. Azyumardi Azra di hadapan pleno hakim konstitusi Achmad Sodiki (ketua pleno), Harjono, Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, Ahmad Fadlil Sumadi, M. Akil Mochtar, dan Hamdan Zoelva, Selasa (6/11/2012) siang bertempat di ruang sidang pleno lt. 2 gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Azyumardi diminta oleh MK untuk memberikan keterangan sebagai ahli dalam persidangan kali keenam untuk perkara Nomor 86/PUU-X/2012 ihwal uji Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 38 dan Pasal 41 UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (UUPZ). Sidang kali ini merupakan proses persidangan terakhir, sebelum sidang pengucapan putusan.
Azyumardi lebih lanjut memaparkan, potensi yang besar umat Islam dari zakat dan berbagai bentuk filantropi lainnya seperti infaq, shadaqah, dan wakaf (Iswaf) yang terus meningkat tersebut, wajib dipastikan berpijak pada prinsip-prinsip good and responsible government, memiliki integritas, transparansi, akuntabilitas, dan kreadibilitas, baik secara administratif maupun etik dan moral. Jadi, pertanggungjawaban administratif saja tidak cukup, tetapi juga harus ada pertimbangan-pertimbangan etik dan moral atau akhlâqul karîmah,” terangnya.
Selain itu, dana tersebut harus digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan dan maslahat umat dan bangsa. Bahkan bisa juga untuk kepentingan umat Islam di tempat-tempat lain, seperti Rohingya, Palestina.
Secara historis dan religio-sosial, pengumpulan, penyaluran, dan pemanfaatan dana zakat dan Iswaf hampir sepenuhnya dilakukan masyarakat Islam sendiri, baik oleh amil masjid, lingkungan, yayasan dakwah dan pendidikan, kepenyantunan sosial, dan oleh ormas-ormas Islam. Kemudian sejak zaman Orde Baru, muncul Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) yang merupakan lembaga semi pemerintah.
Pengelolaan dana zakat dan Iswaf umumnya dahulu dilakukan secara tradisional dan konvensional, baik dalam pengumpulan, penyaluran, dan pendayagunaan secara langsung kepada mustahik (pihak yang berhak menerima) perorangan dan lembaga Islam, tanpa mempersoalkan akuntabilitas, kredibilitas, dan efektifitas dana tersebut bagi pemberdayaan mustahik. Kemudian muncul LAZ nonpemerintah yang bergerak dalam pengumpulan, penyaluran, dan pendayagunaan zakat dan Iswaf. LAZ-LAZ nonpemerintah ini juga sekaligus menjadi LSM Advokasi Zakat.
Meskipun umumnya dahulu dikelola secara konvensional, dana zakat dan Iswaf merupakan tulang punggung bagi lembaga dakwah dan pendidikan Islam seperti pembangunan masjid, mushalla, madrasah, pesantren, rumah sakit dan klinik, rumah yatim piatu, panti wreda, memperkuat ormas Islam dan kegiatan pembinaan para da’i, “Dari segi ini, dana zakat dan Iswaf sangat vital dan instrumental dalam memelihara dan memajukan eksistensi Islam dan kaum muslimin di negeri ini,” beber Azyumardi.
Menurut Azyumardi, pengelolaan dana zakat dan Iswaf seyogianya tetap berada di tangan umat Islam sendiri, seperti amil zakat tradisional berbasis masjid dan lingkungan-lingkungan, ormas Islam. Dengan cara ini, umat Islam tetap dapat mempertahankan warisan kekayaan religio-historisnya, dan sekaligus menjaga independensinya vis a vis Negara. Azyumardi juga mengingatkan agar pengelolaan zakat dan Iswaf tidak dikuasai pemerintah karena dapat melumpuhkan sumber pendanaan untuk berbagai kepentingan pemberdayaan umat. “Lebih berbahaya lagi pemusatan dana zakat dan Iswaf di tangan pemerintah, (karena) dapat membuat umat muslimin tergantung kepada pemerintah yang pada gilirannya dapat terkooptasi rezim penguasa yang memiliki kepentingannya sendiri dalam kaitannya dengan umat Islam secara keseluruhan,” Azyumardi mengingatkan.
Oleh karena itu, menurut Azyumardi, diperlukan penyempurnaan UUPZ khususnya mengenai wewenang BAZNAS. Seyogianya BAZNAS tidak mendominasi seluruh pengelolaan zakat dan Iswaf dengan pemberlakuan restriksi-restriksi yang dapat menyulitkan bagi pertumbuhan dan eksistensi LAZ, baik yang konvensional berbasis masjid dan lingkungan, ormas Islam, maupun LAZ/LSM Advokasi Zakat. Idealnya BAZNAS dalam berbagai tingkatannya menjadi lembaga yang memainkan peran sebagai katalisator, clearing house, dan supervisor bagi terwujudnya usaha bersama yang terpadu dan komprehensif dalam pengelolaan filantropi Islam untuk sebesar-besar kemaslahatan umat dan bangsa.
Untuk diketahui, pengujian konstitusionalitas materi UUPZ ini diajukan oleh Yayasan Dompet Dhuafa; Yayasan Rumah Zakat Indonesia; Yayasan Yatim Mandiri; Yayasan Portal Infaq; Yayasan Dana Sosial Al Falah Malang; Lembaga Pendayagunaan dan Pemberdayaan Zakat, Infaq, Shadaqoh dan Waqaf Harapan Ummat (LPP-ZISWAF HARUM); Yayasan Harapan Dhuafa Banten, Lembaga Manajemen Infaq (LMI), YPI Bina Madani Mojokerto; Rudi Dwi Setiyanto (Amil Zakat); Arif Rahmadi Haryono (Muzakki); Fadlullah (Muzakki); dan terakhir, Sylviani Abdul Hamid (Muzakki). Materi UUPZ yang diujikan yaitu Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 38 dan Pasal 41 UUPZ.
Pasal 5 UUPZ menyatakan: “(1) Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah membentuk BAZNAS. (2) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibu kota negara. (3) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.”
Pasal 6 UUPZ menyatakan: “BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.”
Pasal 7 UUPZ menyatakan: “(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. BAZNAS menyelenggarakan fungsi: a) perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; b) pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; c) pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan d) pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat. (2) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerja sama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.”
Pasal 17 UUPZ menyatakan: “Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.”
Pasal 18 UUPZ menyatakan: “(1) Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit: a) terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial; b) berbentuk lembaga berbadan hukum; c) mendapat rekomendasi dari BAZNAS; d) memiliki pengawas syariat; e) memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya; f) bersifat nirlaba; g) memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan h) bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.”
Pasal 19 UUPZ menyatakan: “LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala.”
Pasal 38 UUPZ menyatakan: “Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang”
Pasal 41 UUPZ menyatakan: Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).”
Para pemohon mendalilkan Pasal 38 jo Pasal 41 UUPZ telah memberikan dasar hukum untuk mengriminalisasi para amil zakat yang tidak memiliki izin dari pejabat yang berwenang walaupun amil zakat tersebut mendapat kepercayaan tinggi dari masyarakat. Pasal 17, Pasal 18 dan Pasal 19 UUPZ secara eksplisit mengsubordinasikan kedudukan LAZ bentukan masyarakat sipil dengan adanya persyaratan yang ditetapkan dalam Pasal 18 UUPZ. Ketentuan ini melahirkan ketidakpastian hukum bagi LAZ atau calon LAZ yang akan mengajukan izin ke Menteri. Pasal 18 ayat (2) huruf a bersifat diskriminatif dan dapat mematikan lebih dari 300 LAZ yang telah ada saat ini. Sebab hampir seluruh LAZ tersebut berbentuk badan hukum yayasan. Padahal dalam ketentuan Pasal 18 UUPZ mengharuskan LAZ terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas).
Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7 UUPZ telah mensentralisasikan pengelolaan zakat nasional berada di tangan pemerintah. Hal ini menghambat peran serta LAZ yang telah memberdayakan masyarakat dan menanggulangi kemiskinan. Pasal 5 dan Pasal 15 UUPZ menyatakan pendirian BAZNAS di tingkat pusat, provinsi serta kabupaten/kota tanpa memberikan persyaratan pendirian. Selain itu, BAZNAS berhak mendapatkan pembiayaan dari APBN serta dapat menggunakan sebagian dana zakat yang dihimpun. Sementara LAZ mendapatkan restriksi yang sangat ketat, tidak mendapat pembiayaan dari APBN dan hanya berhak mendapatkan pembiayaan dari hak amil saja.
Berlakunya UUPZ tidak hanya merugikan para pemohon tetapi juga seluruh warga Negara Indonesia yang selama ini telah banyak terbantu oleh berbagai program yang dilaksanakan oleh LAZ. UUPZ semestinya mengokohkan peran negara dalam memberi perlindungan bagi warga negara yang membayar zakat, menjaga ketertiban umum dengan mencegah penyalahgunaan dana zakat, memfasilitasi sektor filantropi Islam untuk perubahan social dan member insentif bagi perkembangan dunia zakat nasional. Tetapi kenyataannya, UUPZ ini justru mematahkannya. (Nur Rosihin Ana)




SATISFY KARIMUN JAVA IN YOUR HOLIDAY WITH OUR SERVICES


0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More