Jumat, 15 Juni 2012

Protes Alokasi APBN untuk “Lumpur Lapindo”


Catatan Perkara MK


Pangkal tragedi kasus “Lumpur Lapindo” di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, semata-mata merupakan kesalahan dan kelalaian pihak Lapindo Brantas Inc. dalam melakukan kegiatan pengeboran minyak dan gas bumi (Migas). Seharusnya hal tersebut dapat dihindari bila pihak Lapindo Brantas Inc. dalam melakukan kegiatan pengeboran sesuai dengan standart operation procedure yang baku di bidang pengeboran Migas. Kesalahan atau pelanggaran dalam melakukan teknik pengeboran tersebut adalah murni merupakan tangung jawab sepenuhnya dari pihak pelaksana proses pengeboran, yaitu pihak Lapindo Brantas Inc. dan tidak dapat dibebankan kepada pihak lain, apalagi kepada Negara.

Demikian alasan (dalil) yang diusung oleh Letnan Jendral Mar. (Purn) Suharto, DR. H. Tjuk Kasturi Sukiadi, dan Ali Azhar Akbar, saat mengujikan Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2012 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (UU APBN-P 2012) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Panitera MK meregistrasi permohonan ini dengan nomor 53/PUU-X/2012.

Menurut para Pemohon, Pasal 18 UU APBN-P 2012 bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan: “Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolahan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Pasal 18 UU APBN-P 2012 menyatakan: “Untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo, alokasi dana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Tahun Anggaran 2012, dapat digunakan untuk:
a. pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak pada tiga desa (Desa Besuki, Desa Kedungcangkring, dan Desa Pejarakan);
b. bantuan kontrak rumah, bantuan tunjangan hidup, biaya evakuasi dan pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak pada sembilan rukun tetangga di tiga kelurahan (Kelurahan Siring, Kelurahan Jatirejo, dan Kelurahan Mindi);
c. bantuan kontrak rumah, bantuan tunjangan hidup, biaya evakuasi dan pembayaran pembelian tanah dan bangunan pada wilayah di luar peta area terdampak lainnya yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden.”

Kesalahan operation procedure yang dimaksudkan oleh para Pemohon yaitu, pengeboran sumur Banjar Panji 1 di blok Brantas yang dioperatori oleh Lapindo Brantas Inc. seharusnya dikerjakan dalam 37 hari. Namun ternyata pada hari ke 85 masih dikerjakan. Berdasarkan data dari daily drilling report (DDR), keterlambatan (48 hari) terutama disebabkan kerusakan dan perbaikan alat pemboran yang diduga tidak memenuhi standar kualitas dan spare part yang memadai.

Tanggal laporan harian
Uraian ketidakmampuan personal
14 Maret 2006      
Unadequate knowledge of crew personnel and condition of avail ability equipment caused slow progress to run casing
17 Maret 2006
TMMJ drilling crew unadequte knowledge on drilling operation, therefore took time to perform all things related to drilling service
18 Mei 2006
Unadequate knowledge of personnel to operate handling tool.

Pada 28 Mei 2006 terjadi total loss circulation (hilangnya lumpur sirkulasi secara menyeluruh) dengan indikasi sirkulasi lumpur yang kembali hanya 50%. Setelah itu terjadi peningkatan volume lumpur yang menandakan adanya well kick (aliran balik di lubang sumur akibat tekanan formasi yang lebih besar dari tekanan lumpur) dan adanya gas H2S sehingga harus dilakukan evakuasi personel (Causation Factor for banjar panji No.1 Blowout Neal Adam services).

Penutupan sumur Banjar Panji-1 pada 2 Juni 2006 karena adanya insiden blow-out internal yang berada di bawah manajemen operasional penyelenggara Blok, LapindoBrantas Inc langsung, dan segera mengambil keputusan untuk mencabut drill-string daridasar  sumur pada tengah malam 28 Mei 2006 sementara baik itu dalam kondisi tidak stabil mengalami hilangnya lumpur sirkulasi  pada pukul 13.00 WIB tanggal 27 Mei 2006sementara pengeboran 12-1/4 " lubang pada kedalaman 9.297 rtkb ft. Tindakan ini tidak kompeten dan bertentangan dengan praktek kontrol yang baik juga. Melanjutkan menarikpipa dari lubang sumur tersebut adalah dianggap ceroboh dan lalai. (TriTech Petroleum Consultan Limited, Well Blow-Out assessment)

Para Pemohon yang memosisikan diri sebagai pembayar pajak, menyatakan keberatan dengan ketentuan Pasal 18 UU APBN-P 2012. Ketentuan tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak konstitusional pemohon. Sebagai pembayar pajak, para Pemohon menuntut pengakuan, jaminan dan kepastian hukum mengenai pajak-pajak yang dibayarkan. Pajak yang dibayarkan oleh Para Pemohon seharusnya dimaksudkan untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk menanggulangi tragedi bencana yang diakibatkan oleh kecerobohan suatu korporasi swasta. Oleh karena itu, para Pemohon meminta Mahkamah membatalkan ketentuan Pasal  18 UU APBN-P 2012 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Nur Rosihin Ana

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More