Selasa, 26 Juni 2012

Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Pengaruhi Besaran APBN-P 2012

Harga minyak internasional pada awal tahun 2012 mengalami peningkatan seiring dengan terbatasnya pasokan minyak mentah dunia. Ketegangan  geo politik di negara-negara teluk mempengaruhi pasokan minyak mentah dunia. “Kenaikan ini pun terjadi pada ICP yang cenderung meningkat jika dibandingkan dengan harga rata-rata selama tahun 2011. Perkembangan ini diperkirakan akan berlanjut sepanjang 2012, sehingga asumsi harga rata-rata minyak mentah Indonesia selama tahun 2012 diperkirakan mencapai $150 per barel.”

Demikian pernyataan Ruhut Sitompul saat menyampaikan keterangan DPR RI di hadapan sidang di Mahkamah Konstitusi, Selasa (26/6/2012). Sidang pleno gabungan perkara 42/PUU-X/2012, 4345/PUU-X/2012, 45/PUU-X/2012, 46/PUU-X/2012 ihwal pengujian formil dan materiil Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012 (UU APBN-P 2012), beragendakan mendengar keterangan Pemerintah, DPR dan Saksi/Ahli dari Pemohon serta Pemerintah.

Lebih lanjut Anggota Komisi III DPR ini menyatakan, lifting minyak dalam tahun 2012 diperkirakan mencapai 930.000 barel per hari, di bawah target dalam APBN tahun 2012. Hal ini antara lain terkait dengan menurunya kapasitas produksi dari sumur-sumur tua dan dampak diberlakukannya UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengolaan Lingkungan Hidup. Perubahan pada besaran asumsi dasar ekonomi makro, pada gilirannya berpengaruh juga pada besaran APBN, dan akan diikuti dengan perubahan kebijakan fiskal dalam upaya untuk menyehatkan APBN melalui pengendalian defisit anggaran pada tingkat yang aman.

Pemahaman Parsial

DPR berpendapat, muatan norma Pasal 7 ayat (1) tidak dapat dipahami secara parsial, mengingat ketentuan ayat (1) terkait erat dengan ketentuan Pasal 7 secara keseluruhan, terutama Pasal 7 ayat (1a) yang berbunyi, “Subsidi BBM jenis tertentu dan LPG tabung 3 (tiga) kilogram sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sudah termasuk pembayaran kekurangan subsidi BBM jenis tertentu dan LPG tabung 3 (tiga) kilogram Tahun Anggaran 2010 (audited) sebesar Rp706.900.000.000,00 (tujuh ratus enam miliar sembilan ratus juta rupiah), dan perkiraan kekurangan subsidi Tahun Anggaran 2011 sebesar Rp3.500.000.000.000,00 (tiga triliun lima ratus miliar rupiah), serta subsidi liquefied gas for vehicle (LGV) sebesar Rp54.000.000.000,00 (lima puluh empat miliar rupiah).”

Demikian pula ketentuan Pasal 7 ayat (4) beserta penjelasannya. Pasal 7 ayat (4) berbunyi, “Pengendalian anggaran subsidi BBM jenis tertentu dan bahan bakar gas cair (liquefied petroleum gas (LPG)) tabung 3 (tiga) kilogram dalam Tahun Anggaran 2012 dilakukan melalui pengalokasian BBM bersubsidi secara lebih tepat sasaran dan kebijakan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi secara bertahap.”

Dalam petitum-nya DPR RI meminta Mahkamah menerima keterangan DPR RI secara keseluruhan. Menyatakan bahwa proses pembahasan UU APBN-P 2012 telah sesuai dengan perubahan UU yang berlaku. Kemudian, menyatakan Pasal 7 ayat (1), Pasal 7 ayat (6a), Pasal 15A UU APBN-P 2012 tidak bertentang dengan UUD 1945. “Menyatakan Pasal 7 ayat (1), Pasal 7 ayat (6a), dan Pasal 15A Undang-Undang UU Nomor 4 Tahun 2012 tentang Perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012, tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat,” pinta Ruhut Sitompul.

Konstitusionalitas BLSM

Pihak Pemerintah dalam keterangannya yang disampaikan oleh Herry Purnomo menyatakan, APBN-P 2012 merupakan paket kebijakan yang komprehensif dan terintegrasi yang bertujuan untuk menjaga sustainabilitas fiskal (fiscal sustainability), memperbaiki efisiensi ekonomi, meningkatkan investasi untuk menstimulasi ekonomi, menjaga daya beli masyarakat, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meningkatnya alokasi anggaran untuk subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquefied Petroleum Gas (LPG) menjadi sebesar Rp. 137.379.845.300.000,00 dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) dari yang semula sebesar Rp. Rp123.599.674.000.000,00 dalam UU APBN 2012, hal tersebut sebagai akibat dari harga minyak mentah yang meningkat tajam serta nilai tukar rupiah yang mengalami depresiasi.

Selain itu, Pemerintah mengemukakan bahwa pelaksanaan subsidi BBM dan LPG pada setiap tahun anggaran akan diaudit oleh BPK. “Oleh karena itu, Pemerintah tegaskan bahwa alasan para Pemohon yang menyatakan alokasi anggaran untuk subsidi BBM dan LPG dalam Pasal 7 ayat (1) telah di-mark up, adalah tidak benar,” tandas Herry.

Mengenai program kompensasi atas penyesuaian harga BBM bersubsidi sebagaimana ketentuan Pasal 15A UU APBN-P 2012, bertujuan untuk melindungi masyarakat miskin dari kemungkinan kenaikan harga terutama dari jasa transportasi serta mengurangi beban biaya hidup rumah tangga dan memberikan kompensasi biaya hidup yang meningkat. Program kompensasi penyesuaian harga BBM bersubsidi tahun anggaran 2012 ditempuh melalui Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dalam subsidi angkutan umum.

Oleh karena itu, ketentuan Pasal 15A UU APBN-P Tahun 2012 yang menetapkan bahwa dana kompensasi penyesuaian harga BBM bersubsidi berupa BLSM tersebut, sesuai dengan amanat konstitusi dalam Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara dilaksanakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. “Berdasarkan hal-hal tersebut, Pemerintah tegaskan bahwa alasan pengujian yang dikemukakan oleh Para Pemohon yang menyatakan bahwa dana kompensasi kenaikan harga BBM dalam bentuk BLSM yang ditetapkan dalam Pasal 15A UU APBN-P Tahun Anggaran 2012, tidak mempunyai dasar dan pertimbangan yang matang serta tidak dapat dipertanggungjawabkan peruntukannya, adalah tidak benar,” tandas Herry.

Mafia Minyak

Pada kesempatan yang sama, para Pemohon menghadirkan Rizal Ramli sebagai ahli. Menurutnya, akurasi dan kredibilitas APBN-P 2012 sangat rendah. Rakyat ditakut-takuti dengan melambungnya harga minyak mentah di atas US$105 hingga  US$120 per barel yang menyebabkan APBN mengalamai defisit signifikan. Bahkan negara dikesankan akan bangkrut. “Tapi coba kita lihat faktanya hari ini, boro-boro naik harga BBM liquid oil ke US$100, di atas US$105, US$120, anjlok terus tuh di bawah US$90. Kenapa bisa anjlok? Karena ternyata, dan saya mohon maaf, pemerintah kurang awas,” kata Rizal.

Rizal juga menyoroti munculnya kembali mafia di bidang ekspor minyak yang pernah terjadi di zaman Orba. Era Presiden Habibie dan Presiden Abdurrahman Wahid berhasil menghapus sistem yang memberi peluang terjadinya mafia ekspor minyak. Tapi belakangan ini mulai masuk mafia di dalam bidang impor. Setiap kali impor minyak, misalnya pada harga $70, mafia minyak menerima $3 sampai $4. “Memang seolah-olah ada tender di Petral, yang belinya kan Petral di Singapura, tapi bisa dibandingkan harga Petral sama harga BBM crude oil secara internasional, selalu ada selisihnya berapa dollar. Tendernya memang tender yang diatur. Pertanyaan saya, kok sistem ini bisa ada? Kenapa enggak ini dulu dihapuskan sebelum kita ngomong mau naikkan harga BBM?” papar Rizal. (Nur Rosihin Ana)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More