Rabu, 12 Januari 2011

MK Nyatakan Jumlah ¾ Kuorum dalam Hak Menyatakan Pendapat Inkonstitusional

(Ka-Ki) Ketua MK, Moh Mahfud MD dan Wakil Ketua MK, Achmad Sodiki saat pembacaan Putusan, di Ruang Sidang Pleno MK.
Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan untuk seluruhnya permohonan pengujian terhadap UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Putusan Nomor 23-26/PUU-VIII/2010 ini dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD beserta delapan hakim konstitusi lainnya, Rabu (12/1), di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan ini diajukan oleh 19 Pemohon yang terbagi dalam dua Pemohon, yakni Pemohon I yang berasal dari Anggota DPR, yakni Lily Wahid, Bambang Soesatyo dan Akbar Faisal. Serta Pemohon  II dari kalangan masyarakat yang merupakan para konstituen Anggota DPR.
“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan bahwa Pasal 184 ayat (4) UU No. 27 Tahun 2009, tentang Permusyawaratan rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dimuat dalam Lembaran Negara RI tahun 2009 No. 123 dan tambahan  Lembaran Negara RI No. 5043 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya,” ucap Mahfud.
Terkait dengan kedudukan hukum  (legal standing) para Pemohon sebagai anggota DPR dalam Permohonan ini, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menjelaskan Mahkamah berpendapat bahwa objectum litis (objek perkara) permohonan para Pemohon adalah Pasal 184 ayat (4) UU 27/2009 yang menentukan batas minimum jumlah kuorum adalah 3/4 dari jumlah anggota DPR dan untuk pengambilan keputusan harus disetujui oleh paling sedikit ¾ dari anggota DPR yang hadir sebagai syarat agar secara institusional DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat. Menurut Mahkamah “hak  menyatakan pendapat” dalam ketentuan  a quo terkait dengan hak konstitusional yang melekat hanya pada anggota DPR dan tidak merupakan hak warga negara  yang lainnya. “Oleh karena itu, menurut Mahkamah, para Pemohon selaku anggota DPR di samping memiliki hak yang secara tegas diatur dalam Pasal 20A ayat (3) dan Pasal 21 UUD 1945 juga memiliki hak-hak konstitusional yang melekat pada hak DPR sebagai institusi,” jelas Hamdan.
“Dengan demikian, dalam kasus  ini, posisi anggota DPR berbeda dengan posisi anggota DPR dalam Putusan Mahkamah Nomor 20/PUU-V/2007, bertanggal 17 Desember 2007 dan Putusan  Nomor 151/PUU-VII/2009, bertanggal 3 Juni 2010,  karena dalam perkara ini yang dipersoalkan adalah hak eksklusif yang hanya dimiliki oleh para anggota DPR. Oleh sebab itu, menurut Mahkamah, para Pemohon sebagai anggota DPR khusus dalam permohonan ini memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo,” urainya.
Selain itu, lanjut Hamdan, Mahkamah berpendapat bahwa Pasal 184 ayat (4) UU 27/2009 bertentangan dengan UUD 1945. Menurut Mahkamah, syarat pengambilan keputusan DPR untuk usul menggunakan hak menyatakan pendapat mengenai dugaan Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak boleh melebihi batas persyaratan yang ditentukan oleh Pasal 7B ayat (3)  UUD 1945. Bahkan menurut Mahkamah, lanjut Hamdan, pada “tingkat usul” penggunaan hak menyatakan pendapat, persyaratan pengambilan keputusan DPR harus lebih ringan dari persyaratan yang ditentukan Pasal 7B ayat (3) UUD 1945, karena untuk dapat menindaklanjuti pendapat tersebut kepada Mahkamah Konstitusi harus melalui persyaratan yang lebih berat sebagaimana diatur dalam Pasal 7B ayat (3) UUD 1945 tersebut.
“Demikian juga terhadap usul hak menyatakan pendapat atas kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional yang bersifat strategis dan tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket harus lebih ringan daripada persyaratan pendapat DPR terkait pengajuan permintaan DPR kepada MK yang berhubungan dengan proses pemberhentian Presiden yang ditentukan dalam Pasal 7B ayat (3) UUD 1945. Dengan tidak berlakunya ketentuan Pasal 184 ayat (4) UU 27/2009 berdasarkan putusan Mahkamah ini, ketentuan persyaratan pengambilan keputusan mengenai “usul” penggunaan hak menyatakan pendapat berlaku ketentuan mayoritas sederhana,” papar Hamdan.
Dalam konklusi, lanjut Mahfud, MK berkesimpulan Para Pemohon perseorangan memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan  tersebut. “Sedangkan para Pemohon anggota DPR memiliki kedudukan hukum  (legal standing) khusus untuk permohonan a quo terkait dengan hak-hak konstitusional yang secara eksklusif melekat pada anggota DPR. Dalil-dalil dalam pokok perkara beralasan menurut hukum,” tandas Mahfud. (Lulu Anjarsari/mh)

Sumber:

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More