Rabu, 15 September 2010

MK Uji Konstitusionalitas Perpu Kehutanan

Tim Kuasa Pemohon Uji Materi UU Kehutanan sedang mendengarkan nasihat dari Majelis Hakim mengenai perbaikan yang perlu dilakukan atas permohonan yang diajukan, Rabu (15/9) di Ruang Sidang Pleno MK.
Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian terhadap Peraturan Pemerintahan  Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Rabu (15/9), di Gedung MK. Perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 54/PUU-VIII/2010 yang dimohonkan oleh Mustav Sjab.
Dalam pokok permohonannnya, Pemohon yang diwakili oleh kuasa hukumnya Eddy Wirawan, mendalilkan  Pasal 83A dan Pasal 83B Perpu Nomor 1 Tahun 2004 bertentangan dengan UUD 1945. Pasal 83A  menyatakan bahwa “Semua perizinan atau perjanjian di bidang pertambangan di kawasan hutan yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya izin atau perjanjian dimaksud." Sedangkan Pasal 83B menerangkan bahwa “Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83A ditetapkan dengan Keputusan Presiden.”
“Pasal a quo menyebabkan Pemohon mendapat perlakuan yang diskriminatif. Di luar sana ada orang-orang yang punya izin yang sama dengan Pemohon, namun tidak mendapatkan hukuman pidana seperti yang dialami Pemohon,” jelasnya.
Ketua Panel Hakim Maria Farida Indrati mengingatkan Pemohon untuk memerhatikan konstruksi pokok permohonan. Menurut Maria, permasalahan Pemohon bukan terletak pada inkonstitusionalitas Pasal 83A dan Pasal 83B perppu Nomor 1 Tahun 2004, namun mengenai implementasi dari pasal-pasal a quo yang menyebabkan Pemohon terkena hukuman pidana. “Kalau Pemohon mempermasalahkan perpu nomor 1 Tahun 2004, maka MK tidak dapat menerimanya karena perpu ini sudah diganti menjadi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2004. Seharusnya Pemohon mempermasalahkan pasal dalam UU untuk diuji konstitusionalitasnya,” ujarnya.
Sedangkan Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi meminta Pemohon untuk memperbaiki kedudukan hukum Pemohon (legal standing). “Dalam pokok permohonannya, terkadang Pemohon berkedudukan hukum sebagai perseorangan, tetapi terkadang sebagai direktur. Pemohon harus ingat bahwa hak konstitusional yang dijamin untuk perseorangan warga negara dan sebuah lembaga hukum berbeda. Apalagi Pemohon menggunakan Pasal 27 UUD 1945 sebagai batu uji yang menjamin hak konstitusional perseorangan, bukan warga negara,” urainya.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, Pemohon diberikan waktu 14 hari oleh Majelis Hakim Kontitusi untuk melakukan perbaikan pada permohonannya. (Lulu Anjarsari/mh)
 

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More