Kamis, 15 Juli 2010

Yusril Minta MK Menunda Proses Pidana Kejaksaan Agung



Yusril Ihza Mahendra didampingi para kuasa hukumnya memberikan keterangan pers seusai persidangan pemeriksaan perkara uji materi UU Tentang Kejaksaan Agung, Kamis (15/07) di luar ruang sidang pleno MK Jakarta.
Jakarta, MK Online - Tafsir jabatan Jaksa Agung harus diartikan memiliki batas masa jabatan. Apabila tidak ada masa batasnya kapan berakhir, maka akan bertentangan dengan UUD 1945.
Demikian yang diutarakan oleh Yusril Ihza Mahendra dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Agung, Kamis (15/07) di ruang sidang pleno MK Jakarta.
Yusril ingin menguji konstitusionalitas penafsiran Pasal 19 dan Pasal 22 Undang-Undang tentang Kejaksaan Agung tersebut dihubungkan dengan prinsip negara hukum sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004, Keputusan Presiden Nomor 31/P Tahun 2007 dan Keputusan Presiden Nomor 83/P Tahun 2009.
”Jadi yang tepat terkait jabatan Jaksa Agung sebagai pejabat negara tersebut harus seperti masa jabatan pejabat negara dalam kabinet pemerintahan Presiden SBY. Apabila kabinet berganti dan selesai, maka seiring dengan itu pula jabatan Jaksa Agung pun seharusnya selesai dan berganti,” tutur mantan Menteri Hukum dan HAM ini.
Denga tidak adanya aturan masa batasan jabatan Jaksa Agung dan tidak dapat diberhentikan kecuali meninggal dunia, sakit dan mengundurkan diri, maka menurut Yusril hal itu tidak sesuai dengan azas hukum administrasi. Selain itu juga bertentangan dengan azas demokrasi dan negara hukum serta tidak ada kepastian hukum.
“Penafsiran pasal yang mengatur tersebut mengakibatkan Presiden tidak bisa memberhentikan Jaksa Agung. Dan apabila Jaksa Agung diberhentikan, maka Jaksa Agung bisa berkata kapan masa jabatan saya berakhir dan tidak mau diberhentikan. Hal itu menimbulkan masalah tersendiri dalam hukum administrasi,” katanya.
Dengan demikian Yusril meminta kepada MK agar masa jabatan dalam UU Kejaksaan Agung harus ditafsirkan sesuai dengan berakhirnya masa jabatan dalam kabinet. Apabila tidak seperti itu, harus ada keputusan  presiden yang mengatur masa jabatan. Tanpa ada kejelasan itu megakibatkan Pasal 22 tersebut berpeluang inkonstitusional
“Apabila pajabat negara tidak bisa diberhentikan dan dapat menjabat seumur hidupnya maka bertentangan pula dengan azas negara hukum yang tercantum dalam Pasal 1 UUD 1945. Negara hukum dan demokrasi tidak dapat memberikan peluang seorang menjabat sebagai pejabat negara seumur hidup karena hal itu dibatasi,” terangnya.
Terkait adanya hak konstitusionalnya yang dirugikan, Yusril menyatakan bahwa pencekalan pergi ke luar negeri melanggar haknya sebagai warga negara. Kemudian dalam penetapan status tersangka terkait tindak pidana korupsi, pencekalan  bepergian ke luar negeri tidak bisa ditetapkan oleh penyidik. Hal itu hanya bisa dilakukan oleh Jaksa Agung.
Selain itu, Yusril kepada MK juga meminta putusan provisi agar kejaksaan menunda seluruh proses putusan penetapan status tersangka, memanggil paksa tersangka, mencekal bepergian ke luar negeri karena kedudukan yang mecekalnya dipermasalahkan dalam sidang uji materi UU Kejaksaan Agung ini. (RN Bayu Aji)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More