Senin, 17 Mei 2010

MK Minta Pemohon Uji UU Minerba Perbaiki Permohonan

Kuasa Hukum dari Pemohon, Dharma Sutomo Hattamarrasjid (Kiri) dan Gala Adhi Dharma (Kanan) saat sidang pemeriksaan pendahuluan Uji Materi UU Pertambangan Mineral dan Batubara, Senin (17/5) di Ruang Sidang Pleno MK.
Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar persidangan perkara yang diregistrasi dengan nomor 30/PUU-VIII/2010 dalam sebuah Sidang Panel, Senin pagi (17/05). Panel Hakim diketuai oleh Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar beserta Achmad Sodiki dan Ahmad Fadlil Sumadi masing-masing sebagai anggota. Sidang yang bertempat di Ruang Sidang Pleno Gedung MKRI ini, mengagendakan pemeriksaan pendahuluan. Dalam permohonannya, Pemohon bermaksud menguji UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Permohonan pengujian tersebut dimohonkan oleh Asosiasi Pengusaha Timah Indonesia (APTI) dan Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (Astrada) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dalam persidangan kali ini, Pemohon diwakili oleh kuasa hukumnya, yakni Dharma Sutomo Hattamarrasjid, dan Gala Adhi Dharma, serta Fahriansyah.
Pemohon mendalilkan 11 (sebelas) norma UU itu yang dianggap telah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sebelas norma tersebut adalah Pasal 22 huruf f, Pasal 38, Pasal 51, Pasal 52 ayat (1), Pasal 55 ayat (1), Pasal 58 ayat (1), Pasal 60, Pasal 61 ayat (1), Pasal 75 ayat (4), Pasal 172, dan Pasal 173 ayat (2).
Pasal-pasal tersebut, dianggap oleh Pemohon bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2), Pasal 33 ayat (1) serta Pasal 33 ayat (4) UUD 1945. Namun dalam paparannya, kuasa hukum Pemohon juga mendalilkan pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang mana hal tersebut belum dicantumkan dalam permohonan tertulisnya. Atas kejadian ini, Akil Mochtar mengingatkan bahwa pasal yang dijadikan batu uji harus tercantum jelas dalam permohonan tertulis. “Jangan menambah-nambah di tengah jalan,” ujarnya mengingatkan.
Pemohon menganggap dengan adanya pasal tersebut, mereka telah dirugikan atau setidak-tidaknya berpotensi untuk dirugikan. Pemohon menyoroti permasalahan kriteria yang telah ditentukan dalam UU tersebut yang menurutnya telah mempersulit dalam melakukan penambangan timah, khususnya bagi para pengusaha kecil dan menengah. “Syarat yang tidak realistis dan tidak lazim. Ini (merupakan) upaya untuk menghalang-halangi penambang timah. Karena pasal-pasal tersebut telah memposisikan UKM (Usaha Kecil dan Menengah) dalam posisi yang tidak berdaya dan tidak adil” ungkapnya.
Dalam permohonannya, Pemohon dianggap masih lemah dalam mengargumentasikan kerugian atau potensi kerugiannya. Hal ini terkait logika yang dibangun oleh Pemohon yang masih belum jelas dan terstruktur. “Terkait logika yang dibangun, kurang meyakinkan. Karena kurang memunculkan uraian kenapa Pasal itu bertentangan. Bunyi Pasalnya apa? Implikasinya apa? Permohonan kurang menukik kepada persoalan yang sesungguhnya,” tegas Fadlil.
Kemudian, Hakim Konstitusi Sodiki menjelaskan bahwa jika permohonan nanti dikabulkan, maka kemungkinan akan terjadi kekosongan hukum. Hal ini terkait dengan Pasal 51 dan Pasal 60 UU tersebut. Di mana dalam Pasal 51 menyebutkan: “WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan) Mineral Logam diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan dengan cara lelang.” Jika dibatalkan, maka kemungkinan muncul ketidakjelasan akan diberikan kepada siapa WIUP tersebut. “Terkait Pasal 51, jika dibatalkan nanti WIUP diberikan kepada siapa? Tolong ini dipikirkan juga oleh anda (Pemohon), karena nanti akan terjadi kekosongan hukum.” tuturnya.
Selain itu, Akil Mochtar juga menasihati agar Pemohon mempertimbangkan kedudukan hukum dan hak gugat Pemohon (legal standing). “Pemohon ini adalah asosiasi, bukan badan hukum. Sebaiknya saudara mengajukan legal standing sebagai orang perorangan atau sekelompok orang yang mempunyai kepentingan sama. Tapi ini saran saja,” tukasnya. Setelah Majelis memberikan beberapa saran dan nasihat kepada Pemohon, Ia pun menutup sidang. ”Saya kasih waktu seminggu untuk perbaikan. Jelaskan secara terstruktur, apakah Pemohon ingin membatalkan UU-nya atau pasal-nya, norma mana yang diuji, atau hanya frasa tertentu saja yang ingin dibatalkan, agar tidak terjadi kekosongan hukum,” ucap Akil seraya menutup sidang. (Dodi H)
 

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More